Pulau Kemaro, Legenda Cinta Abadi (2)
Pulau Kemaro menyimpan legenda tentang cinta yang abdai. Legenda itu semakin kental terasa dengan keberadaan pohon cinta yang terletak di belakang pagoda.
TIAP kali perayaan Cap Go Meh (malam ke-15 Tahun Baru Imlek) tiba, ribuan warga Tionghoa dalam dan luar negeri berduyun-duyun mengunjungi Pulau Kemaro, pulau yang membelah Sungai Musi, di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Bukan hanya umat Budha Tridharma yang datang berkunjung, tidak sedikit umat Muslim pun ikut menyambangi pulau yang juga dikenal sebagai 'Pulau Jodoh' ini.
Pulau Kemaro adalah satu obyek wisata religius di Kota Palembang. Pulau ini memiliki luas 5 hektare dan letaknya sekitar 3 mil di sebelah hilir Jembatan Ampera, Palembang. Akar budaya dan legenda yang terkandung di dalamnya menjadi magnet yang mampu menarik minat banyak orang.
Pada malam perayaan Cap Go Meh, suasana di Pulau Kemaro bak pasar malam di negeri Tirai Bambu. Kedai makanan dan minuman sengaja didirikan untuk menjamu para tetamu yang datang dari Cina, Jepang, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Pengunjung semakin dimanjakan karena disediakan jembatan ponton untuk menyeberangi Sungai Musi.
Malam kian semarak oleh lampion merah dan atraksi barongsai. Jangan heran kalau para remaja datang dengan misi ganda. Untuk beribadah dan mencari jodoh. Mereka saling berkenalan dengan lawan jenis, mojok di kedai, lantas bertukar nomor ponsel. Pertemuan selanjutnya diatur kemudian.
Keberadaan Kelenteng Hok Cang Bio yang dibangun sejak tahun 1962 --sebelumnya kelenteng ini hanya berupa bangunan gubuk--memiliki makna ritual yang tinggi bagi penganut Tridarma. Begitu juga makam buyut Siti Fatimah yang dipercaya sebagai lambang cinta sejati. Sehari sebelum perayaan Cap Go Meh, panitia memotong kambing hitam di dekat makam itu.
Perlambang cinta yang abadi semakin kental terasa dengan keberadaan pohon cinta yang terletak di belakang pagoda. Sebagai pelengkap, Yayasan Pulau Kemaro saat ini sedang membangun satu pagoda delapan tingkat.
Suasana
SEJUK terasa di bawah rindangnya puluhan pohon angsana raksasa. Perahu getek merupakan salah satu alat transportasi sungai yang dapat digunakan untuk mencapai Pulau Kemaro. Terbuat dari kayu dengan panjang sekitar empat meter, perahu ini digerakkan oleh mesin motor.
Pada Zaman Kesutanan Palembang, di bawah kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin I dan II, Pulau Kemaro adalah benteng pertahanan sewaktu melawan penjajah. Pada zaman itu pula Pulau Kemaro disebut Benteng Tameng Ratu yang dikomandoi Pangeran Ratu.
Pasca launching program Visit Musi 2008, 5 Januari lalu, Pulau Kemaro kian dilirik pengunjung, sekedar berwisata, beribadah, atau mendalami misteri yang terkandung di dalamnya. Atas keanekaragaman budaya, Pulau Kemaro resmi ditetapkan sebagai salah satu objek wisata andalan Kota Palembang.
Transportasi
MENUJU Pulau Kemaro tidaklah sulit. Ada dua rute yang dapat ditempuh. Pertama mengarungi Sungai Musi dengan naik kapal wisata atau perahu getek dari Dermaga Benteng Kuto Besak, di samping Jembatan Ampera. Tarif berkisar antara Rp 20.000 sampai 50.000. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Angkutan wisata Sungai Musi di atas tidak langsung ke Pulau Kemaro tetapi juga singgah di objek wisata lainnya dengan rute perjalanan BKB-Ki Merogan-Kampung Kapitan-Bagus Kuning- Pulau Kemaro-Masjid Lawang Kidul-BKB. Namun kalau mau langsung ke Pulau Kemaro, pemilik kapal tentu akan melayani dengan senang hati.
Kedua melalui jalan darat ke Dermaga Intirub di Kelurahan Sungai Lais, Kecamatan Kalidoni, Palembang. Jaraknya sekitar dua kilometer dari PT Pusri. Di dermaga telah menunggu perahu getek dengan biaya berkisar Rp 30.000 hingga Rp 50.000. Perahu getek yang memuat enam penumpang ini biasanya akan mengelilingi Pulau Kemaro, mampir, dan pulang ke dermaga lagi. Kalau hanya minta antar menyeberang, waktunya tidak lebih dari lima menit. (Sriwjaya Post/Aang Hamdani)
08 June, 2008
Mengenal Candi
Treking dari Candi ke Candi di Ambarawa
CANDI GEDONG SONGO
Gedong Songo adalah kompleks percandian yang terletak di kaki Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Dinamakan Gedong Songo karena candi (gedong) di tempat itu berjumlah sembilan (songo). Dari satu candi ke candi lain, Anda bisa menyusur jalan setapak menguji otot kaki dan panjangnya napas.
Secara administratif, percandian ini berada di wilayah Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Berada pada ketinggian 1.200-1.300 meter di atas permukaan laut, kompleks candi ini pada awalnya disebut sebagai "Gedong Pitoe". Sebabnya, pada waktu ditemukan, percandian ini hanya ada tujuh bangunan candi. Namun selanjutnya ditemukan dua bangunan candi lagi sehingga kemudian dinamai dengan percandian Gedong Songo. Kata gedong dalam bahasa Jawa berarti bangunan, sedangkan songo berarti sembilan. Dengan demikian arti Gedong Songo adalah, sembilan bangunan candi.
Meski nama yang diberikan adalah Gedong Songo, percandian ini hanya memiliki lima candi yang masih utuh. Sedangkan bangunan lain tinggal bagian pondasinya saja atau kaki bangunannya saja. Kelima candi tersebut telah dipugar oleh Dinas Purbakala. Candi Gedong I dan II dipugar pada tahun 1928 sampai tahun 1929 dan tahun 1930 sampai tahun 1931. Pemugaran candi, terutama candi Gedong III, IV, dan V dan penataan lingkungan secara menyeluruh dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada 1972-1982.
Candi ini memuat fragmen-fragmen sejarah kebesaran budaya Hindu. Kesembilan candi tersebut berada di lereng-lereng bukit yang letaknya terpisah satu sama lain. Untuk mengunjungi semua candi Anda bisa menyewa kuda sambil menikmati keindahan alam dan kesegaran udara pegunungan. Cukup dengan biaya Rp 25.000 Anda dapat menunggang kuda menikmati candi dan pemandangan alam. Namun bila Anda ingin melakukan jalan sehat, Anda bisa jalan kaki sepanjang 4 kilometer.
Gajah dan Yoni
Meskipun masa pendirian Candi Gedong Songo ini belum diketahui secara pasti, berdasarkan bentuk seni bangunan, para ahli menafsirkan percandian ini didirikan hampir sezaman dengan percandian di Dieng. Dengan demikian percandian ini juga termasuk bangunan Hindu tertua di Propinsi Jawa Tengah. Kenyataan ini dapat dilihat pada arca atau relief yang menempati relung-relung candi seperti arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Durga Mahisasuramardhani, Nandiswara dan Mahakala serta Yoni yang ada pada bilik candi.
Percandian Gedong Songo merupakan kelompok candi yang dibuat pada kurun waktu antara abad VII - IX Masehi. Diperkirakan, candi-candi ini dibangun oleh Raja Sanjaya, raja Mataram kuno pada sekitar abad 8 Masehi atau sekitar tahun 927 M. Melihat langgam arsitektur dan pendirinya yang beragama Hindu, Candi Gedong Songo jelas merupakan candi yang dibangun untuk pemujaan. Candi ini kali pertama dilaporkan keberadaannya oleh Gubernur Jenderal Raffles pada 1740.
Keistimewaan pada percandian Gedong Songo antara lain terdapat pada arca gajah dalam posisi jongkok. Arca ini terletak pada candi Gedong III dan Yoni dalam bentuk persegi panjang yang terletak pada candi Gedong I.
Lukisan Alam
Menikmati keindahan sembilan candi dalam satu tempat, itulah kelebihan kompleks Candi Gedong Songo ini. Kompleks ini tak hanya menyiratkan suasana tempo doeloe, tapi juga keindahannya. Dikelilingi hamparan bunga dan hutan pinus, Anda bisa menikmati segarnya aroma getah pinus dan wangi bunga mawar. Selain itu, karena letaknya yang tinggi, dari tempat ini Anda bisa menyaksikan lukisan alam kota Ambarawa dan genangan air Rawapening dengan latar Gunung Sumbing dan Sindoro. Benar-benar menakjubkan.
Komplek candi ini berderet dari bawah ke atas yang dihubungkan dengan jalan setapak bersemen. Satu candi yang berada di puncak paling tinggi disebut Puncak Nirwana.
Kuburan Dasamuka
Gunung Ungaran, tempat Candi ini, menurut cerita rakyat memiliki keterkaitan dengan perebutan Dewi Sinta antara Hanoman dan Dasamuka. Menurut cerita pewayangan, Dasamuka menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, suaminya. Terjadilah perang besar untuk merebutnya. Dasamuka dan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan Hanoman. Namun, Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam berbagai senjata oleh Rama. Karena itu, Hanoman yang anak dewa itu kemudian mengangkat sebuah gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun hidup-hidup oleh gunung yang kemudian disebut sebagai Gunung Ungaran.
Kabarnya, setiap hari Dasamuka kerap merintih dengan suara menggelegak meski suara itu diyakini berasal dari sumber air panas yang terdapat di tempat itu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa penyakit kulit.
Obyek wisata sejarah ini letaknya tak begitu jauh dari obyek wisata Bandungan, hanya sekitar 5 km. Terletak di Desa Candi, Kecamatan Somowono Ambarawa, Kabupaten Semarang, Candi Gedong Songo juga bisa Anda kunjungi melalui kota Ambarawa yang berjarak sekitar 15 km, yaitu ke arah barat melewati obyek wisata Bandungan. Jika dari Ungaran jaraknya hanya 12 km melalui Karangjati. Lokasinya mudah dijangkau karena banyak angkutan umum yang siap mengantar Anda ke sana.
Kalau Anda adalah tipe orang yang tidak mudah puas melihat sesuatu hanya sekali saja, Anda bisa bermalam di area bagian bawah sebelum Candi Gedong I. Area itu biasanya digunakan anak-anak muda yang hendak berkemah.
(dicopi dari tulisan Andi Susanto, Kompas.com:Tracking dari candi ke candi)
CANDI GEDONG SONGO
Gedong Songo adalah kompleks percandian yang terletak di kaki Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Dinamakan Gedong Songo karena candi (gedong) di tempat itu berjumlah sembilan (songo). Dari satu candi ke candi lain, Anda bisa menyusur jalan setapak menguji otot kaki dan panjangnya napas.
Secara administratif, percandian ini berada di wilayah Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Berada pada ketinggian 1.200-1.300 meter di atas permukaan laut, kompleks candi ini pada awalnya disebut sebagai "Gedong Pitoe". Sebabnya, pada waktu ditemukan, percandian ini hanya ada tujuh bangunan candi. Namun selanjutnya ditemukan dua bangunan candi lagi sehingga kemudian dinamai dengan percandian Gedong Songo. Kata gedong dalam bahasa Jawa berarti bangunan, sedangkan songo berarti sembilan. Dengan demikian arti Gedong Songo adalah, sembilan bangunan candi.
Meski nama yang diberikan adalah Gedong Songo, percandian ini hanya memiliki lima candi yang masih utuh. Sedangkan bangunan lain tinggal bagian pondasinya saja atau kaki bangunannya saja. Kelima candi tersebut telah dipugar oleh Dinas Purbakala. Candi Gedong I dan II dipugar pada tahun 1928 sampai tahun 1929 dan tahun 1930 sampai tahun 1931. Pemugaran candi, terutama candi Gedong III, IV, dan V dan penataan lingkungan secara menyeluruh dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada 1972-1982.
Candi ini memuat fragmen-fragmen sejarah kebesaran budaya Hindu. Kesembilan candi tersebut berada di lereng-lereng bukit yang letaknya terpisah satu sama lain. Untuk mengunjungi semua candi Anda bisa menyewa kuda sambil menikmati keindahan alam dan kesegaran udara pegunungan. Cukup dengan biaya Rp 25.000 Anda dapat menunggang kuda menikmati candi dan pemandangan alam. Namun bila Anda ingin melakukan jalan sehat, Anda bisa jalan kaki sepanjang 4 kilometer.
Gajah dan Yoni
Meskipun masa pendirian Candi Gedong Songo ini belum diketahui secara pasti, berdasarkan bentuk seni bangunan, para ahli menafsirkan percandian ini didirikan hampir sezaman dengan percandian di Dieng. Dengan demikian percandian ini juga termasuk bangunan Hindu tertua di Propinsi Jawa Tengah. Kenyataan ini dapat dilihat pada arca atau relief yang menempati relung-relung candi seperti arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Durga Mahisasuramardhani, Nandiswara dan Mahakala serta Yoni yang ada pada bilik candi.
Percandian Gedong Songo merupakan kelompok candi yang dibuat pada kurun waktu antara abad VII - IX Masehi. Diperkirakan, candi-candi ini dibangun oleh Raja Sanjaya, raja Mataram kuno pada sekitar abad 8 Masehi atau sekitar tahun 927 M. Melihat langgam arsitektur dan pendirinya yang beragama Hindu, Candi Gedong Songo jelas merupakan candi yang dibangun untuk pemujaan. Candi ini kali pertama dilaporkan keberadaannya oleh Gubernur Jenderal Raffles pada 1740.
Keistimewaan pada percandian Gedong Songo antara lain terdapat pada arca gajah dalam posisi jongkok. Arca ini terletak pada candi Gedong III dan Yoni dalam bentuk persegi panjang yang terletak pada candi Gedong I.
Lukisan Alam
Menikmati keindahan sembilan candi dalam satu tempat, itulah kelebihan kompleks Candi Gedong Songo ini. Kompleks ini tak hanya menyiratkan suasana tempo doeloe, tapi juga keindahannya. Dikelilingi hamparan bunga dan hutan pinus, Anda bisa menikmati segarnya aroma getah pinus dan wangi bunga mawar. Selain itu, karena letaknya yang tinggi, dari tempat ini Anda bisa menyaksikan lukisan alam kota Ambarawa dan genangan air Rawapening dengan latar Gunung Sumbing dan Sindoro. Benar-benar menakjubkan.
Komplek candi ini berderet dari bawah ke atas yang dihubungkan dengan jalan setapak bersemen. Satu candi yang berada di puncak paling tinggi disebut Puncak Nirwana.
Kuburan Dasamuka
Gunung Ungaran, tempat Candi ini, menurut cerita rakyat memiliki keterkaitan dengan perebutan Dewi Sinta antara Hanoman dan Dasamuka. Menurut cerita pewayangan, Dasamuka menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, suaminya. Terjadilah perang besar untuk merebutnya. Dasamuka dan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan Hanoman. Namun, Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam berbagai senjata oleh Rama. Karena itu, Hanoman yang anak dewa itu kemudian mengangkat sebuah gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun hidup-hidup oleh gunung yang kemudian disebut sebagai Gunung Ungaran.
Kabarnya, setiap hari Dasamuka kerap merintih dengan suara menggelegak meski suara itu diyakini berasal dari sumber air panas yang terdapat di tempat itu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa penyakit kulit.
Obyek wisata sejarah ini letaknya tak begitu jauh dari obyek wisata Bandungan, hanya sekitar 5 km. Terletak di Desa Candi, Kecamatan Somowono Ambarawa, Kabupaten Semarang, Candi Gedong Songo juga bisa Anda kunjungi melalui kota Ambarawa yang berjarak sekitar 15 km, yaitu ke arah barat melewati obyek wisata Bandungan. Jika dari Ungaran jaraknya hanya 12 km melalui Karangjati. Lokasinya mudah dijangkau karena banyak angkutan umum yang siap mengantar Anda ke sana.
Kalau Anda adalah tipe orang yang tidak mudah puas melihat sesuatu hanya sekali saja, Anda bisa bermalam di area bagian bawah sebelum Candi Gedong I. Area itu biasanya digunakan anak-anak muda yang hendak berkemah.
(dicopi dari tulisan Andi Susanto, Kompas.com:Tracking dari candi ke candi)
Subscribe to:
Posts (Atom)