KOMPAS/WISNU WIDIANTORO / Kompas Images Dua warga melintas di tengah Taman Langsat, Jakarta Selatan, Jumat (15/2). Selain sebagai daerah resapan dan ruang terbuka hijau, taman tersebut juga bisa digunakan untuk berolahraga karena dilengkapi dengan jogging track sepanjang 750 meter. |
Fenomena pemanasan global dan perubahan iklim secara ekstrem telah memengaruhi orientasi bisnis properti untuk lebih memedulikan kelestarian lingkungan. Pengembang yang memiliki visi ke depan mengangkat tema ramah lingkungan sebagai isu utama pembangunan properti. Konsumen semakin kritis terhadap lingkungan. Selamat jalan bagi pengembang tidak ramah lingkungan.
Konsep properti hijau saat ini memang sangat menjual dan menjadi investasi tersendiri bagi pengembang. Terbukti tema-tema kota hijau, kota taman, atau kebun raya laris manis diminati investor dan konsumen properti.
Permasalahan pembangunan perumahan hijau adalah bagaimana mengatasi masalah keterbatasan lahan kota (efisiensi dan optimalisasi lahan), mahalnya energi akibat kenaikan harga (hemat energi alternatif), bahan bangunan berkualitas dan biaya terjangkau, kelestarian lingkungan, serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat menengah bawah.
Pembangunan harus memerhatikan keseimbangan ekologis, penyediaan lapangan kerja, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, pelibatan swasta, kenyamanan warga, etika pembangunan, keadilan dan kesetaraan hak, konservasi energi, dan estetika kota.
Ada tujuh indikator perumahan hijau sebagai acuan, yaitu kebijakan proramah lingkungan; pengembangan kawasan terpadu (compact development) dan sesuai peruntukan lahan; bangunan efisiensi energi dan mendorong penggunaan energi alternatif (surya, angin, air, biogas); penyediaan air bersih; pengolahan sampah dan air limbah (zero waste, zero run off, ekodrainase); transportasi publik dan kemudahan aksesibilitas; dan ketersediaan ruang terbuka hijau.
Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Perkotaan merupakan beberapa produk kebijakan hukum proramah lingkungan yang mendukung terwujudnya perumahan hijau.
Banjir dan tingkat kemacetan lalu lintas yang semakin parah dan merata mendorong pemilihan lokasi perumahan yang tepat menjadi pertimbangan paling utama pengembang, investor, dan konsumen. Lokasi harus strategis (pusat kegiatan kota, pencapaian mudah), aman (sosial), dan bebas banjir.
Keterbatasan lahan kota mendorong pengembangan kawasan terpadu (mixed use area, superblok) yang menawarkan konsentrasi penduduk di satu kawasan/lokasi dengan kepadatan lebih tinggi, mengelola pertumbuhan dan perubahan, sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota. Kawasan terpadu dikembangkan melalui proses perencanaan dan pengembangan terpadu—satu lahan besar, satu perencanaan, satu pengembang (utama), dan satu program terpadu dengan kerangka ruang lentur (flexible framework).
Menurut M Danisworo (2007), keunggulan dari pengembangan kawasan terpadu adalah memiliki sistem keterkaitan yang efektif di antara komponen sehingga tingkat pencapaian lebih tinggi dan efektif, mendorong pertumbuhan kegiatan yang beragam dan terpadu, menghemat pengadaan sarana dan prasarana, tidak tergantung pembatasan sistem persil yang kaku sehingga pembauran pemanfaatan lahan publik dan privat bisa dilakukan, pemisahan antara moda sirkulasi kendaraan bermotor dan pejalan kaki (mereduksi utilitas dan infrastruktur), memberi kerangka perencanaan yang lentur dan luas bagi inovasi perancangan bangunan dan lingkungan, serta menjadi katalis bagi interaksi sosial budaya.
(hasiol copy : kompas cetak. mencintai lingkungan, 17 Juni)