Imbas Sistem Informasi Teknologi dalam hidup berkaul
(Suryadi, CSA)
“Der, sudah buka pesan di facebook ? kata salah satu teman dalam suatu kesempatan?. Kemudian spontan saya menjawab : Aduh maaf banget ada pesan to, belum itu !” Dalam kesempatan berikutnya kemudian saya mencoba berdiskusi dengan teman tadi, baik tentang fungsi, kegunaan dan kesempatan saya menggunakan alat komunikasi tersebut. Yang jelas sisi postif ada namun demikian sisi negatif juga tidak sedikit. Antara lain dapat tukar pikiran, diskusi namun juga berdampak pada terbuangnya waktu, karena harus duduk beberapa waktu.
Berbicara masalah IT yang pertama muncul dalam pemikiran saya adalah Internet dan Hand phone, mungkin masuk juga dalam pemikiran media cetak seperti Koran, Televisi, radio namun setelah 2 yang diatas. Koran. TV serta Radio dengan ke modernitasnya kiranya kita pun mendapat informasi yang begitu komplit, cepat, dan up to date dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dibelahan bumi bahkan yang terbaru sekalipun. Internet dan HP saya rasakan yang paling menggema karena sangar sering sekali menjadi sorotan tidak hanya dalam kehidupan membiara namun menjadi isu santer dalam dunia pendidikan. Ada ungkapan menggelitik yang mungkin menjadi sindiran bagi sebagian orang yakni : Hari gini tidak punya email ? Kemudian dilanjutkan Ah Gaptek ! (bc : gagap teknologi). Lebih santer lagi sindiran-sindiran didunia kampus : Gimana sudah ngeblogger apa belum? Lagi ber FB ya ? (bc: face book). Kemudian bagi yang sudah masuk dalam dunia maya seperti itu akan berkembang diskusi mengenai Frendster, Flixster, Bloger meski eranya lebih dulu dari pada komunikasi via Facebook.
Mungkin ada benarnya jika dikatakan bahwa perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara pandang dan pola pikir manusia menjadi semakin praktis dan efisien dalam memperoleh informasi dan pengetahuan. Saat ini, model penyampaian pengetahuan mulai memanfaatkan pembelajaran elektronik (e-learning). Siap atau tidak, pembelajaran yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) telah dimulai. Refleksi kita bersama siapkah kita….?
Zaman ini adalah zaman globalisasi, saat dunia dirasakan lebih kecil dari sebelumnya, ibarat pelosok dunia dapat dijelajah dalam waktu cepat. Informasi terkini dari manapun dapat segera diketahui. Semua berkat Teknologi Informasi. Dengan kemajuan teknologi yang canggih, seperti handphone, internet, televisi dan lain-lain, dunia juga terasa semakin sempit, karena berbagai informasi dapat diketahui orang di seluruh dunia secara tepat, dan juga seluruh kebutuhan manusia dari yang primer sampai yang sekunder tercukupi. Tetapi, di balik ini ada satu hal yang perlu diperhatikan, orang hanya ingin enaknya saja atau dengan kata lain muncul istilah budaya instant. Semua serba cepat, mulailah orang meninggalkan suatu proses. Celakanya lagi sikap seperti ini tidak dialami kaum awam saja. Tapi oleh kaum religius biarawan dan biarawati.
Berbagai persoalan tiga kaul yang diucapkan kaum biarawan dan biarawati yang meliputi kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Ketiga kaul ini kadang memberikan problem dalam bentuk berbagai godaan, sehingga ada dari kaum religius, biarawan dan biarawati yang tidak setia dalam mengabdi kepada Tuhan dan akhirnya keluar dari keanggotaan. Kaul keperawanan, merupakan salah satu kaul kekal yang diucapkan oleh kaum biarawan-biarawati. Dalam kaul ini perlu disadari, hidup tidak menikah adalah anugerah yang Tuhan berikan secara pribadi. Mereka bersyukur atas kaul keperawanan ini. Namun sering kita juga sulit merasa bersyukur, karena semangat hidup selibat tidak kuat, mengalami hambatan besar dalam hidup, mereka tidak peduli dengan penghayatan kaul keperawanan.
Dalam kehidupan sehari-hari, perlu adanya penghayatan kaul kemurnian dalam bentuk kebersamaan sebagai salah satu saudara yang dipanggil. Jika tidak dihayati secara sungguh-sungguh, akan berakibat buruk. Kita juga dituntut untuk menghadapi godaan yang begitu pelan dan lembut, maka kita harus berani dengan tegas menolak. Kita bisa merenungkan kata-kata Rasul Paulus, yaitu roh itu penurut, tetapi daging itu lemah.
Kaul kemiskinan, hendaknya membawa kepada suatu kebahagiaan, karena kita dapat menghayati secara sungguh-sungguh dalam kehidupan membiara. Namun, beberapa orang merasa bahwa kaul kemiskinan dirasakan mengikat dan menekan. Karenanya kita mesti berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan, serta menemukan arti tujuan hidup yang sebenarnya. Kadangkala muncul pikiran dalam diri kita, bolehkah kita memiliki fasilitas yang lengkap? Dalam hal ini, kita harus memiliki sikap dan patokan sebagai pegangan. Kita mesti merefleksikan bentuk kemiskinan yang akan menimbulkan bentrokan dalam diri. Di sisi lain, kaul kemiskinan ini juga dapat menumbuhkan semangat murah hati. Kita diajak untuk hidup jujur dan menjadi pejuang keadilan bagi kaum kecil.
Dampak IT
Kemajuan Teknologi Informasi dapat berdampak bagi individu, lembaga maupun masyarakat. Dampak ini tidak dirasakan sebagai suatu yang baru, karena sejak tahun 1980 para ahli Intelektual dari Inggris menunjukkan argumentasi secara filosofis mengenai dampak revolusi industry bagi masyarakat yang sudah diawali sejak tahun 1960-1970 (bukunya Samuel Butler, dalam materi sistem informasi ,Deasy Christiana) dikatakan bahwa terdapat kecenderungan dari masyarakat yang tetap bertahan yang dikenal dengan masyarakat yang menolak adanya system mekanik (system dengan mesin) yang mengarah pada penolakan terhadap teknologi baru termasuk IT., meski demikian ada pula sebagian masyarakat yang percaya bahwa individu / person diancam dengan adanya evolusi teknologi. Masyarakat dewasa ini tidak menolak teknologi, bahkan sudah menerapkan dan menggunakan teknlogi tersebut. Banyak yang menyadari bahwa komputer, mesin-mesin komunikasi adalah teknologi dasar atau esensi untuk mempertahankan dan mendukung bebarapa aspek dari suatu budaya, disinilah peran individu sangat penting dalam mengambil keputusan apakah akan menerima atau menolak budaya dari evolusi tesebut. Perlu dicatat bahwa system informasi akan dibangun, digunakan, dan dipelihara dan akan terus berkembang.
Teknologi informasi telah mengubah paradigma lama dimana hidup apa adanya, menggunakan sarana seadanya, namun setiap hari disuguhi aneka kemajuan bahkan tak terbatas, Akan diamkah kita sebagai kaum biarawan melihat dunia semakin cepat melangkah bahkan berlari cepat, ataukah kita cukup mengatakan saya sampai disini saja ? Profesionalitas membutuhkan perubahan dan perubahan ada pada kemajuan teknologi, maka tidak perlu menutup mata betapa pentingnya menguasai teknologi informasi demi meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan tentu saja output atau hasil dikemudian hari.
(Pustaka : dari berbagai sumber)