11 November, 2010

SAGKI 2010

Pernyataan akhir dan rekomendasi SAGKI 2010

Huruf kecil Huruf besar Cetak artikel ini Email artikel ini
Pernyataan  akhir dan rekomendasi SAGKI 2010 thumbnail
Misa penutupan SAGKI 2010

Pernyataan Akhir & Rekomendasi Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2010

Ia Datang supaya Semua Memperoleh Hidup dalam Kelimpahan (bdk. Yoh 10:10)

Pengantar

1. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) yang berlangsung dari tanggal 1 sampai dengan 5 November 2010 di Kinasih, Caringin – Bogor, Jawa Barat, dihadiri oleh utusan dari 37 keuskupan di Indonesia. Hadir 385 orang peserta, yang terdiri dari para Uskup, imam, biarawan-biarawati, dan sejumlah wakil umat. Sidang Agung ini bertema, Ia Datang supaya Semua Memperoleh Hidup dalam Kelimpahan (bdk. Yoh 10:10). Hidup dalam kelimpahan berarti ada dalam relasi dekat dengan Sang Gembala serta selalu merasakan perlindungan-Nya. Kedekatan dengan Sang Gembala itulah yang akan menjamin kehidupan manusia, dalam relasinya dengan sesama dan seluruh alam ciptaan.

2. Kami menyadari tema SAGKI ini diilhami pula oleh suatu perayaan iman Kongres Misi Asia I di Chiang Mai (Thailand, 2006) yang bertemakan, Telling the Story of Jesus in Asia. SAGKI ini merupakan suatu perayaan iman akan Yesus Kristus sekaligus kesempatan untuk berjumpa satu sama lain dan berbagi pengalaman iman dalam perjumpaan dengan keberagaman budaya, agama dan kepercayaan, serta dalam pergumulan hidup kaum terpinggirkan dan terabaikan.

3. SAGKI 2010 menegaskan pentingnya metode narasi (kisah) dalam pewartaan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dengan metode narasi (kisah) ini, pengalaman iman dapat disampaikan kepada orang lain secara lebih meyakinkan. Dengan cara mengisahkan Yesus, sebagaimana Ia sendiri berkisah, kami berharap diteguhkan dan digerakkan sebagai saksi Kristus. Sesungguhnya, metode narasi tidak asing dalam tradisi Asia, terutama Indonesia. Dalam metode bertutur para peserta SAGKI terlibat secara aktif mengungkapkan pengalaman dalam konteks bhinneka tunggal ika.

4. Seluruh proses SAGKI bertolak dari narasi publik. Para narator publik berkisah bukan saja dengan melaporkan apa yang dikerjakannya, melainkan juga dan terutama dengan pengalaman imannya.Sharing dalam kelompok yang menyusuli narasi publik pada prinsipnya merupakan ungkapan dan ajang berbagi pengalaman berkenaan dengan ketiga sub tema SAGKI 2010. Pada gilirannya hasil sharingkelompok itu dilaporkan dalam sidang pleno dan diperkaya dengan refleksi teologis.

Hasil

5. Sedemikian pentingnya makna paparan narator publik, berikut sharing dalam kelompok, yang masih diperkaya dalam pleno dan refleksi teologis, maka berikut ini akan dikemukakan rangkuman yang memuat sejumlah pokok gagasan terpenting dalam SAGKI. Kami menyadari bahwa rangkuman ini tidak memuat seluruh kekayaan Sidang ini. Aneka kisah dalam SAGKI masih akan terdokumentasikan dalam bentuk buku, video, dan foto. Kami yakin, para peserta SAGKI sendiri merupakan dokumen hidup yang terus menuturkan SAGKI ini.

6. Keberagaman budaya di Indonesia merupakan suatu kenyataan dan kekayaan yang patut kami syukuri. Dengan kebudayaan kami maksudkan segala sesuatu, dengan mana manusia mengasuh dan mengembangkan pelbagai bakat rohani dan jasmaninya, berupaya menguasai bumi dengan pengetahuan dan karyanya, lebih memanusiawikan kehidupan sosial, mengungkapkan melalui karya-karya, pengalaman-pengalaman rohani dan aspirasi-aspirasi besar sepanjang sejarah, serta mengkomunikasikannya dan memeliharanya sebagai inspirasi bagi kemajuan banyak orang, malah bagi seluruh umat manusia (bdk. Gaudium et Spes 53). Oleh karena itu, di dalam keragaman budaya, Allah hadir dan disapa dengan pelbagai macam nama. Kehadiran-Nya dikenali melalui orang dan unsur-unsur kebudayaan yang menghormati dan mencintai kehidupan. Kehadiran-Nya itu dimengerti oleh para pendukung setiap kebudayaan.

7. Gereja sebagai umat Allah yang percaya akan Yesus Kristus menampilkan sikap hormat dan kasih terhadap kebudayaan (bdk. Lumen Gentium 13). Gereja memperhatikan dan menjunjung tinggi setiap bentuk kebaikan, kasih persaudaraan dan kebenaran yang terdapat dalam kebudayaan. Gereja pun mengungkapkan diri dalam unsur-unsur kebudayaan setelah dilakukan refleksi teologis yang sesuai dengan Injil, tradisi, dan magisterium. Dalam perjumpaan dengan kebudayaan setempat, Gereja diperbarui dan sekaligus memperbarui beberapa unsur kebudayaan dengan kekuatan Injil.

8. Gereja mengakui bahwa Allah telah menyatakan karya-karya agung melalui pelbagai peristiwa keselamatan yang dituturkan dari generasi ke generasi lain. Dalam pertemuan dengan kebudayaan, Gereja ternyata mengenali aneka wajah Yesus, sebagai gembala yang baik, inspirator, guru, pengampun, raja damai, dan terutama pengasih tanpa batas dan syarat.
9. Dalam pelbagai kisah mengenai dialog dengan agama dan kepercayaan, para peserta SAGKI ternyata menyadari bahwa Gereja mampu menemukan nilai-nilai injili yang dihidupi oleh para penganut agama dan kepercayaan. Maka, Gereja perlu keluar dari dirinya sendiri, menjumpai para pemeluk agama dan penganut kepercayaan, sebagaimana yang diperlihatkan dan diajarkan oleh Yesus yang berani terbuka dan mengambil inisiatif untuk menyeberangi batas-batas agama – budaya (bdk. Yoh 4). Melalui perjumpaan tersebut, Gereja ditantang untuk menilai kembali pemahaman imannya akan Yesus Kristus. Kecuali itu, gambaran Gereja tentang Yesus juga diteguhkan.

10. Gereja mendengarkan ajakan Yesus untuk dengan rendah hati belajar beriman dari setiap orang yang beragama dan berkepercayaan (bdk. Mat 8: 10; Luk 7: 9). Gereja disadarkan akan pentingnya mewujudkan iman yang mendalam akan Kristus dalam tindakan-tindakan kemanusiaan dan mengungkapkannya dalam ibadat. Dengan belajar dari Yesus yang berwajah lembut, penuh empati, dan pendoa, Gereja mengembangkan kerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik yang berasal dari pelbagai agama dan kepercayaan untuk mengembangkan dialog dan aksi-aksi kemanusiaan demi terwujudnya perdamaian (bdk. Mat 9: 13).

11. Sementara itu, kisah-kisah pergumulan hidup kaum terpinggirkan dan terabaikanmenyadarkan para peserta SAGKI bahwa Gereja harus mengakui proses pemiskinan merupakan pencideraan manusia yang adalah citra Allah yang luhur, mulia, dan kudus (bdk. Kej 1:26-27). Hidup dalam kemiskinan sesungguhnya merupakan keadaan serba terbatas dalam sandang, pangan, papan, dan kehilangan akses terhadap hak-hak dasar. Gereja memandang pribadi si miskin sebagai “pewahyu” wajah Yesus yang sedang menderita, yang terluka, tabah, menangis, karena Yesus hadir dalam dirinya yang miskin, menderita, tertekan dan susah (bdk. Mat 25: 31-46).

12. Meneladani Yesus, Sang Penyelamat, Pembebas, Penolong, Pembawa Harapan, Gereja wajib solider dengan orang miskin. Solidaritas itu dinyatakan melalui keberpihakan dan pemberdayaan orang miskin, tindakan berbagi serta keterlibatan secara aktif dalam memperbaiki struktur atau sistem yang tidak adil, dan memelihara lingkungan hidup.

Pastor Antonius Eddy Kristiyanto OFM (baju hitam) membacakan hasil akhir SAGKI 2010

Rekomendasi

13. Setelah pengayaan melalui proses narasi publik, misi perutusan Gereja agar seluruh keuskupan sharing kelompok, pleno, dan refleksi teologis, kami sampai pada sejumlah rekomendasi berikut ini, yang merupakan menanggapinya dalam program keuskupan.

13.1. Kami berkomitmen untuk melanjutkan dialog dengan kebudayaan setempat supaya kami semakin mampu mengenali dan menghadirkan wajah Yesus dalam kebudayaan.

13.2. Kami juga berkomitmen untuk menciptakan model-model baru dalam pewartaan dan katekese dengan metode naratif serta menggunakan pelbagai bentuk kesenian.

13.3. Tidak kurang juga komitmen kami untuk mengembangkan katekese naratif bagi anak-anak, yang sesuai dengan zaman, tempat dan budaya.

13.4. Kami akan meneruskan dan meningkatkan kerja sama dan dialog antar-umat beragama yang sudah dilaksanakan oleh Gereja di setiap tingkatan.

13.5. Kami merasa wajib mengembangkan sikap rela merendahkan diri dengan telinga seorang murid yang selalu siap mendengarkan.

13.6. Kami bertekad mengedepankan pewartaan lewat kesaksian hidup dan melakukan aksi-aksi kemanusiaan baik secara pribadi (orang per orangan), Gereja sendiri sebagai komunitas beriman maupun dalam kerja sama dengan pelbagai lembaga untuk memerdekakan orang miskin dari cengkeraman kemiskinan dan peminggiran.

13.7. Kami berkomitmen untuk menghidupi spiritualitas yang memerdekakan. Untuk itu diperlukan pertobatan hati yang mendalam dan diwujudkan secara nyata dalam aksi solidaritas. Para petani, nelayan, buruh, kelompok terabaikan, dan terpinggirkan perlu didampingi secara pastoral. Tidak kalah pentingnya, kami memelihara lingkungan hidup.

Penutup

14. Pada akhirnya, kami semakin diteguhkan bahwa kesaksian kami untuk menghadirkan Kristus di tengah masyarakat dapat terjadi secara efektif melalui komunitas-komunitas basis gerejawi. Kami percaya bahwa Roh Kudus membimbing dan menyertai Gereja dalam upaya mengenali dan mencintai wajah Yesus dalam keanekaragaman budaya, dalam dialog dengan agama dan kepercayaan, dan dalam pergumulannya dengan dan bersama orang-orang yang dipinggirkan dan diabaikan. Dan sebagaimana Maria selalu menyertai Puteranya, kami yakin bahwa Bunda Maria menyertai dan mendoakan kami.

Caringin, 5 November 2010

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia

10 November, 2010

“Terima kasih untuk baksonya, nasi goreng, emping, dan kerupuk,”

Isi Pidato Lengkap Obama di Istana Merdeka


Presiden AS Barack Obama dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta. AP Photo/Charles Dharapak

TEMPO Interaktif, Jakarta -Kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama begitu menarik perhatian. Dalam jamuan makan malam di Istana Merdeka semalam, dia akhirnya menyantap nasi goreng dan bakso yang ia rindukan. “Terima kasih untuk baksonya, nasi goreng, emping, dan kerupuk,” ujar Obama dalam pidato sambutan jamuan makan malam di Istana Merdeka, Selasa (9/10). “Semuanya enak!”


Sebelum makan malam, Obama dan Yudhoyono membahas kemitraan komprehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat. Enam hal yang dibahas adalah kerja sama investasi, perdagangan, perekonomian, pendidikan, energi, dan kerja sama politik secara lebih mendalam dan terukur. Ia pun menegaskan keinginan Amerika Serikat untuk menjadi mitra dagang nomor satu Indonesia. "Saya tak ingin nomor tiga, melainkan nomor satu."

Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan tanda jasa Bintang Jasa Utama kepada ibu Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Stanley Ann Dunham Soetoro. Menurut Yudhoyono, penelitian yang dilakukan Stanley Ann Dunham mengenai peran perempuan dalam pemberdayaan ekonomi mikro kredit di desa-desa sangat berguna bagi peneliti Indonesia.

Stanley Ann Dunham adalah ibu dari Obama. Dia merupakan antropolog yang meneliti antropologi ekonomi dan perkembangan desa-desa. Stanley meninggal di usia 52 tahun pada 7 November 1995.

Obama mengucapkan terima kasih atas penghargaan tersebut. "Atas nama keluarga saya mengucapkan terima kasih," katanya.

Berikut isi lengkap pidato Obama dalam jamuan makan malam, Selasa (9/10) yang dilansir oleh situs Gedung Putih.



PRESIDENT OBAMA: President Yudhoyono, Mrs. Yudhoyono, to all the distinguished guests who are here today, thank you for this extraordinary honor. I am proud and humbled to accept this award on behalf of my mother. And although she could not be here in person, I know that my sister Maya Soetoro would be equally proud.

Now, I’m going to have the opportunity to speak tomorrow and so I will try to keep my remarks brief. First of all, thank you for the bakso. (Laughter.) The nasi goring. (Applause.) The emping. (Laughter.) The kerupuk. (Laughter.) Semuanya enak. (Laughter.) Thank you very much. (Applause.)

But the fact, Mr. President, that you would choose to recognize my mother in this way speaks to the bonds that she forged over many years with the people of this magnificent country. And in honoring her, you honor the spirit that led her to travel into villages throughout the country, often on the back of motorcycles, because that was the only way to get into some of these villages.

She believed that we all share common aspirations -- to live in dignity and security, to get an education, to provide for our families, to give our children a better future, to leave the world better than we found it. She also believed, by the way, in the importance of educating girls and empowering women, because she understood that when we provide education to young women, when we honor and respect women, that we are in fact developing the entire country. That’s what kept bringing my mother back to this country for so many years. That’s the lesson that she passed on to me and that’s the lesson that Michelle and I try to pass on to our daughters.

So on behalf of our entire family, we thank you. I am deeply moved. It is this same largeness of heart that compels us tonight to keep in our thoughts and prayers all those who are suffering who from the eruptions and the tsunami and the earthquake. With so many in need tonight, that’s one more reason for me to keep my remarks short.

As a young boy in Menteng Dalam 40 years ago, I could never imagine that I would one day be hosted here at Istana Negara -- never mind as President of the United States. I didn’t think I would be stepping into this building ever. (Laughter and applause.)

And I know that much has been made about how a young boy could move between such different countries and cultures as Indonesia and the United States. But the truth is, is that our two countries have far more in common than most people realize. We are two peoples who broke free from colonial rule. We are both two vast nations that stretch thousands of miles. We are both two societies that find strength in our diversity. And we are two democracies where power resides in the people. And so it’s only natural that we should be partners in the world.

I am fortunate to have a very strong partner in President Yudhoyono -- Indonesia’s first directly elected president, and a leader who has guided this nation through its journey into democracy. And our two nations are fortunate that we are forging a partnership for the 21st century. And as we go forward, I’m reminded of a proverb: bagai aur dengan tebing -- like bamboo and the river bank, we rely on each other.

And so I would like to propose a toast. In the spirit of friendship between our two countries, we are reminded of the truth that no nation is an island, not even when you’re made up of thousands of islands. We all rely on each other together, like bamboo and the river bank. And like my mother riding between villages on a motorcycle, we are all stronger and safer when we see our common humanity in each other.

So President Yudhoyono, and to all the distinguished who are here, thank you for your extraordinary friendship and the warmth with which you have received Michelle and myself. And I promise that it won’t take so long before I come back.

MERAPI -NASA

Sebuah citra yang sangat spektakuler dirilis oleh NASA. Image yang dibuat oleh NASA ini merupakan sebuah citra satelit yang seringkali dipakai untuk melihat tingkat panas sebuah objek. Citra yang diambil pada tanggal 1 November ini dirilis pada tanggal 5 November 2010.

Citra ini merupakan gambaran bagaimana arah luncuran aliran Pyroclastic dari Merapi yang terlihat mengarah ke Selatan.

Citra ini tentusaja sangat membantu karena dengan sensor panas inilah kita mampu melihat kearah mana luncuran aliran piroklastik dari Merapi.

Arah luncuran piroklasktiknya ke arah Selatan

Arahnya ke Selatan

Dengan citra ini tentusaja tiodak dapat dipungkiri lagi bahwa arah selatan merupakan arah bahaya utama merapi seperti yang sudah sering disampaikan oleh Pak Surono dari PVMBG bahwa arah Sungai Gendol merupakan arah yang berbahaya dan sangat berpotensi terkena lahar dingin.

Arah luncuran ke selatan menuju Sungai Gendol (merah jambu). Namun Sungai Code (Merah) disebelah baratnya juga berbahaya karena curah hujan tinggi di puncak.

Overlay dengan menggunakan GoogleMap diatas mudah untuk dimengerti mengapa Sungai Gendol (merah jambu) dan Sungai Code (Merah) merupakan dua sungai yang harus diperhatikan dan waspada terhadap banjir lahar dingin.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi melaporkan bahwa dua aliran piroklastik bergerak turun gunung berapi pada 30 Oktober. Aliran piroklastik adalah avalanche gas sangat panas, abu, dan batuan yang mengalir menyusuri salah satu sisi gunung berapi dengan kecepatan tinggi. ASTER ini hanya menggambarkan atau mencitrakan salah satu dari arus aliran awanpanas.

Letusan Merapi ini belum menunjukkan tanda-tanda melambat. Setelah beberapa hari episode erupsi, gunung berapi mulai letusan pada 3 November yang lima kali lebih kuat dari pada tanggal 26 Oktober dan berlangsung lebih dari 24 jam. Ini adalah letusan paling besar dari gunung Merapi sejak 1870-an.

Jarak luncurannya melebihi 7.5 Km dari Puncak Merapi. Panjang luncurannya sekitar 5 Km.

Gambar diatas memperlihatkan Gunung Merapi telah diliputi awan selama terjadi letusan, tetapi pada 30 Oktober Advanced Spaceborne Emisi Termal and Refleksi Radiometer (ASTER) di satelit Terra NASA menangkap tanda termal abu panas dan batu dan kubah lava pijar. Data termal di-overlay pada peta tiga dimensi gunung berapi untuk menunjukkan lokasi perkiraan aliran. Data tiga dimensi dari model topografi global dibuat dengan menggunakan pengamatan stereo ASTER.

26 October, 2010

Merapi

Merapi
Ketinggian 2.968 m (9.737 kaki)
Daftar Ribu
Lokasi
Lokasi Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), Sleman (DI Yogyakarta)
Koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT
Geologi
Jenis stratovolcano
Letusan terakhir 26 Oktober 2010



Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.

Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.


15 October, 2010

HAMPIR LUPA


Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses
man jadda wajada