Pada tahun 1780 sebuah kapal Jepang terdampar di pulau vulkanik kecil dan kosong di Kepulauan Aleutian. Seperti kebanyakan kapal pada masa itu, kapal itu dipenuhi tikus norwegia, yakni jenis tikus biasa yang mengisi seluruh belahan bumi. Tikus-tikus itu turun ke darat untuk menemui "surga tikus" dan akhirnya memberi pulau tersebut nama itu. Nama itu diberikan seorang kapten kapal asal Rusia pada sekitar tahun 1800.
Tikus yang berkembang biak cepat itu memakan telur dan anak burung-burung laut, bahkan burung-burung laut dewasa. Hama dari kapal karam itu membentuk permukaan pulau yang menjadi sekumpulan liang dan jalur yang dipenuhi kotoran tikus.
Pada tahun 1800 burung laut dan burung penyanyi sudah hilang dari pulau itu, begiti juga tanaman asli pulau itu. Serbuan yang sama oleh tikus pada ratusan pulau terpencil di penjuru bumi dituduh sebagai penyebab punahnya separuh burung laut dan reptil sejak tahun 1600-an.
Pada tahun 2007 Fish and Wildlife Sservice Pemerintah Amerika Serikat yang mengelola kawasan lindung perairan Laut Alaska, termasuk di dalamnya Pulau Tikus, mulai merencanakan membasmi si penyelundup itu. Prigram yang sama di lebih dari 250 pulau di seluruh dunia telah memungkinkan terjadinya pemulihan dramatis populasi burung dan tumbuhan asli.
Untuk membantu pulau-pulau yang sudah dipulihkan tetap bebas dari tikus, lembaga-lembaga resmi mengeluarkan atiran antitikus kepada pelabuhan dan kapal-kapal yang melaluio perairan di sekitar pulau-pulau itu.
(sumber : Geoweek, Kompas 25 Mei 2008)
No comments:
Post a Comment