18 June, 2008

Berita : Mengenal Ekologi

Mengenal Ekologi Perkotaan


Di bawah kepemimpinan Dr Ir Danang Priatmodjo MArch sebagai dekan, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Tarumanagara (Untar) memiliki program-program pendidikan yang terfokus pada ekologi perkotaan. Sebagai salah satu jurusan unggulan, Jurusan Arsitektur Untar selalu menanamkan kesadaran dan pengenalan permasalahan pembangunan kota kepada para mahasiswa sejak dini.
Ekologi perkotaan merupakan hubungan timbal-balik yang terjadi di lingkungan, khususnya perkotaan. Diwawancarai di kantornya, di gedung kampus I, Untar, Jakarta Barat, Danang secara khusus menyoroti isu ekologi perkotaan dalam rangka mewujudkan visi FT Untar. Visi tersebut adalah menghasilkan sarjana teknik yang menguasai ilmu dan teknologi sehingga mampu merencanakan, merancang, mengawasi, dan mengelola pembangunan lingkungan yang fungsional, konstruktif, estetis, dan modern, dengan tidak meninggalkan ciri khas kepribadian Indonesia.
Jurusan Arsitektur memiliki beberapa program sebagai misi yang konkret, seperti studi ekskursi atau studi ke luar kota untuk melakukan pengamatan terhadap bangunan-bangunan di daerah dan melakukan perjalanan sederhana serta singkat, seperti ke tengah perkotaan Jakarta. "Untar memiliki program utama yang dapat memberikan kontribusi nyata kepada pemerintah mengenai pembangunan kota, khususnya Jakarta. Program utama tersebut adalah penelitian yang secara rutin dilakukan oleh para dosen teknik Arsitektur," katanya.
Penelitian
Sebanyak tiga sampai empat kali setiap tahun, Jurusan Arsitektur rutin melakukan penelitian. Dari setiap penelitian yang dilakukan dan setiap penemuan yang dihasilkan, pihak jurusan selalu memberikan rekomendasi kepada pemerintah.
Contohnya, seperti dijelaskan oleh Danang, Jurusan Arsitektur Untar pernah menemukan dampak negatif dari penyedotan air tanah secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan gedung-gedung yang berdiri di perkotaan. Logikanya, tanah akan semakin mengering sehingga strukturnya tidak akan mampu lagi menahan gedung yang berdiri di atas permukaannya.
Terkait temuan itu, dosen Fakultas Teknik yang juga ahli geoteknik, Prof Dr Chaidir Anwar Makarim, merekomendasikan beberapa solusi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Namun amat disayangkan, Pemprov terkesan mengabaikan permasalahan dan rekomendasi tersebut.
Selain penelitian yang rutin dilakukan oleh para dosen, penelitian juga dilakukan mahasiswa dengan mengunjungi daerah-daerah kumuh berpenduduk padat di sekitar Ibukota.
Daerah kumuh berpenduduk padat, katanya, pasti memiliki struktur bangunan yang tidak mempertimbangkan masalah sirkulasi udara dan cenderung dibangun berdempetan. Hal ini tentu dapat menimbulkan masalah kesehatan kepada para penghuninya.
Dari temuan tersebut, Pemprov direkomendasikan memberi kredit kepemilikan rumah yang ringan untuk warga Jakarta yang berada di bawah garis kemiskinan. Selain merekomendasikan kepada pemerintah, para mahasiswa juga diajak membuat perencanaan pembangunan langsung di lokasi penelitian.

Keselamatan Pengguna
Di samping itu, ada lagi problema yang sedang hangat dibicarakan di lingkungan Fakultas Teknik, yaitu menyangkut keselamatan pengguna gedung. "Kecelakaan seperti yang pernah terjadi beberapa kali pada sejumlah gedung parkir di Jakarta adalah kejadian yang sangat konyol," kata Danang, yang sering menjadi pembicara di berbagai seminar.
Kejadian tersebut semestinya tidak boleh terjadi satu kali pun, karena dalam dunia arsitektur, keandalan bangunan atau kekuatan sebuah gedung adalah satu hal yang mutlak dipertimbangkan dan diperhatikan setiap kali kontraktor melakukan pembangunan.
Dinding gedung parkir kendaraan harus mampu menahan benturan dan tidak boleh jebol. Kemungkinan terburuk yang terjadi jika tembok tersebut ditabrak, kendaraan boleh rusak atau bahkan penumpang tewas, asal dinding gedung parkir yang ditabrak tidak jebol. Itulah peraturan yang ada dalam ilmu arsitektur.
Sebagai salah satu solusi untuk menghindari kejadian yang sama terulang kembali, Danang menyarankan diadakannya pembelajaran kepada masyarakat mengenai pemakaian gedung. "Kita punya Undang-Undang (UU) Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002. Kita punya PP Nomor 36 Tahun 2005 sebagai aturan pelaksanaan UU itu. Jelas bahwa setiap bangunan harus memiliki keandalan bangunan, salah satunya kekuatan itu," ujar Danang yang juga Kepala Bagian (Kabag) Arsitektur Kota dan Lingkungan di Untar.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan, imbuh Danang, sebagian besar masih sebatas rekomendasi kepada pemerintah. Hal itu terjadi karena setiap anjuran dan saran yang diberikan kepada pemerintah tidak mendapatkan respons yang positif, selain hanya menampung. Kendati demikian, Untar tidak akan pernah menghentikan program penelitian ini.
Saat ini, pihaknya sedang melakukan penelitian tentang gedung dengan pemakaian listrik sehemat mungkin. Cara yang sampai saat ini dapat ditemukan adalah dengan membangun gedung yang memiliki dinding masif sehingga dapat menyerap cahaya matahari secara maksimal untuk membantu memberikan daya listrik yang dibutuhkan mesin pendingin. Penelitian ini dilakukan mengingat isu pemanasan global yang dampaknya akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Saat ini, lanjut Danang, banyak konsep tata ruang kota yang salah. Contohnya, Taman Menteng. Dua tahun lalu, lahan bekas stadion itu dibongkar, kemudian dibangun gedung-gedung kaca yang tidak sesuai dengan peraturan yang mengisyaratkan pembangunan kota memiliki lapangan yang luas untuk mengantisipasi bencana.
Danang juga menyoroti tentang kawasan wisata yang seharusnya dapat dinikmati oleh warga Jakarta dengan cuma-cuma. Contohnya, Pantai Ancol yang sesungguhnya milik publik, sehingga para pengunjung tidak perlu membayar tiket masuk. [WWH/VL/A-16]
(berita harian suara pembaruan, 18 Juni 2008)

No comments: