MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1. PengantarTelah banyak usaha peningkatan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar tetapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Dari berbagai studi dan pengamatan langsung di lapangan, hasil analisis menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output) terlalu memusatkan pada masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan.
Kedua, penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
Ketiga, peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal peranserta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.Atas dasar pertimbangan tersebut, perlu dilakukan reorientasi penyelengaraan pendidikan melalui Manajemen Berbasisi Sekolah (School Based Management).
2. Faktor Pendorong Perlunya Desentralisasi PendidikanSaat ini sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen pemerintahan1. Beberapa perubahan tersebut antara lain,
Orientasi manajemen yang sarwa negara ke orientasi pasar. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.
Orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis.
Sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara seimbang.
Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya (boundaryless organization) akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam percaturan global.Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi2 terinci sbb.:
tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.
ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.
penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat
tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.Desentralisasi pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu;
manajemen berbasis lokasi (site based management).
pendelegasian wewenang
inovasi kurikulum.Pada dasarnya manajemen berbasis lokasi dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekwensi dari yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di daerah atau sekolah. Pada kurikulum 2004 yang akan diberlakukan, pusat hanya akan menetapkan kompetensi-kompetensi lulusan dan materi-materi minimal. Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus (GBPP) nya yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan daerah. Pada umumnya program pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat erat dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai contoh, suatu daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya melalui bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi-materi biologi pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. Manajemen berbasis lokasi yang merujuk ke sekolah, akan meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga sekolah, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan.Berdasarkan hasil-hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, Site Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran, personalia, kurikulum dan penilaian. Studi yang dilakukan di El Savador, Meksiko, Nepal, dan Pakistan menunjukkan pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan kehadiran guru. Tetapi desentralisasi pengelolaan guru tidak secara otomatis meningkatkan efesiensi operasional. Jika pengelola di tingkat daerah tidak memberikan dukungannya, pengelolaan semakin tidak efektif. Oleh karena itu, beberapa negara telah kembali ke sistem sentralisasi dalam hal pengelolaan ketenagaan, misalnya Kolombia, Meksiko, Nigeria, dan Zimbabwe3.Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan yang menunjang terselengaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan. Penerapan demokratisasi dilakukan dengan mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat, dan orangtua dalam hubungan kemitraan dan menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Hal ini tercermin dengan adanya kurikulum lokal. Kurikulum juga harus mengembangkan kebudayaan daerah dalam rangka mengembangkan kebudayaan nasional.Proses belajar mengajar menekankan terjadinya proses pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran lingkungan yaitu memanfaatkan lingkungan baik fisik maupun sosial sebagai media dan sumber belajar, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan alat pemersatu bangsa.4
3. Konsep Dasar MBSManajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:
Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS*) Pada dasarnya kepemimpinan transformasional mempunyai tiga komponen yang harus dimilikinya, yaitu:
memiliki kharisma yang didalamnya termuat perasaan cinta antara KS dan staf secara timbal-balik sehingga memberikan rasa aman, percaya diri, dan saling percaya dalam bekerja
memiliki kepekaan individual yang memberikan perhatian setiap staf berdasarkan minat dan kemampuan staf untuk pengembangan profesionalnya
memiliki kemampuan dalam memberikan simulasi intelektual terhadap staf. KS mampu mempengaruhi staf untuk berfikir dan mengembangkan atau mencari berbagai alternatif baru.5Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang ber-kepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).Secara ringkas perubahan pola manajemen pendidikan lama (konvensional) ke pola baru (MBS) dapat digambarkan sebagai berikut:Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut
mengetahui sumberdaya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan
mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya
bertanggungjawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelengaraan sekolah
persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.Hasil rumusan yang dihasilkan peserta kemungkinan sangat banyak dan bervariasi. Pada akhir diskusi, fasilitator bersama-sama peserta mencoba mengklasifikasi dan menggabungkan rumusan yang sejenis sehingga diperoleh ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah. Misalnya:
Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah
Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.
Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas)
Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang.
Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: KS, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll).
Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.
1Miftah Thoha, Ph.D. "Desentralisasi Pendidikan", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999.2NCREL, 1995, "Decentralization: Why, How, and Toward What Ends?" NCREL’s Policy Briefs, report 1, 1993 dalam Nuril Huda "Desentralisasi Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999.3Gaynor, Cathy (1998) "Decentralization of Education: Teacher management" Washington, DC: World Bank, dalam Nuril Huda "Desentralisasi Pendidikan: Pelaksanaan dan Permasalahannya", Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 017, Tahun Ke-5, Juni 1999.4Donoseputro, M (1997) "Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pendidikan: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Alat Pemersatu Bangsa", Suara Guru 4: 3-6.5Burns, J.M (1978) Leadership Harper & Row, New York dalam Rumtini (1977) Transformational and Transactional Leadership Performance of Principals of Junior Secondary School in Indonesia, unpublished thesis.
30 July, 2008
Kolom Sekolah (1)
SEJARAH SINGKAT SMUK (St. Louis I)
Konggregasi Bruder (Br) Santo,Aloysius (CSA) di Surabaya mendirikan sekolah yang mengacu pada pendidikan sekolah Belanda pada tahun 1923. Sekolah ini dikhususkan bagi anak laki laki bangsa Belanda.Karya pendidikan ini berawal dengan Lager School (S.D.) St LOUIS, kemudian berubah menjadi Midel Bare Uitgebred voor Lager Onderwijs atau MULO (S.M.P.). Pada tahun 1950 berubah lagi menjadi Herstel Hogere Burger School atau HBS (S.M.A.) Baru pada tanggal 1 Agustus 1951 diganti menjadi S.M.A.K St. LOUIS.
Pada saat pergantian ini berhasil dibuka dua kelas, tapi belum dapat ditentukan kepala sekolah (Kepsek). Kendalanya karena tidak banyak Bruder CSA yang menguasai Bahasa Indonesia. Melalui berbagai pertimbangan, maka terpilihlah Romo Engelbertus (alm) sebagai Kepsek sampai tahun 1953.
Pada awal berdirinya tingkat kelulusan hanya mampu mencapai 45% dari jumlah siswa yang ada. Namun hasil ini menempati peringkat tertinggi di Surabaya.
Guru guru yang mengajar pada saat itu bersifat "semenraapsel" (Seadanya, siapa saja yang mau jadi guru), karena minimnya tenaga pengajar yang tersedia. Baru tahun 1953, Pak Lie menyelesaikan B I dan diangkat menjadi guru kimia resmi di S.M.A.K St. Louis 1, dalam masa kepemimpinan Br. Rosarius (1953 1958). Kemudian diperkuat pula oleh Br. Marternus (guru dan dosen kursus B I/ 11 lImu Pasti). Keadaan ini kian mantap tahun 1954, J. Winarto mantan guru HBS dari St. Maria ikut pula bergabung.Pada tahun 1958 Br. Rosarius harus cuti sehingga kepernimpinan diserahkan pada Bpk. Lie hingga tahun 1961. Selanjutnya dijabat oleh Br. Aquino sampai tahun 1965, lalu digantikan Br. Valerianus sampai tahun 1972.<>Krisis berakhir setelah dilakukan peralihan pengelolaan dari Bruder CSA (Yayasan Mardi Wijayana Kodya Surabaya) kepada Pastor C.M. (Yayasan Lazaris). Sejak tahun 1975 1979 Kepsek dijabat Romo Michael Utama Purnama CM. Dalam masa kepemimpinan Rm. Utama ini SMAK St. Louis I mulai menerima murid wanita. Akibat pengunduran diri Romo Michael Utama Purnama SM, pada tahun 1980 1981 terjadi suatu masa transisi sehingga untuk sementara pimpinan sekolah diserahkan kepada Rm. V. Biefler CM dibantu oleh Suster Marieta O.S.U. dan Bu Hariwardjono, Bpk. J.B. Soemardi ditunjuk sebagai pelaksana harian.Mulai tahun 1981 jabatan kepala sekolah diserahkab kepada Bu Hariwardjono. Pada tahun 1985 SMA K. St. LOUIS I mendapat status "disamakan". Semula status sekolah yang ada hanya sekolah bersubsidi atau tak bersubsidi. Pada bulan Juli 1989 Drs. F.J. Siswanto ditunjuk menjadi Kepala Sekolah hingga Juni 1991. Selanjutnya mulai Juli 1991 Kep. Sek. dijabat oleh Bpk. B. Djoko Dwihatmono hingga Juni 2000. Mulai Juli 2000 Kep. Sek. dijabat oleh Bpk. J.B. Soemardi hingga Juni 2002. Mulai Juli 2002 Kep. Sek dijabat oleh Romo Alexius Dwi Widiatna C.M sampai sekarang.
(hasil copy dari situs SMAK ST. LOUIS)
24 July, 2008
KOMDIK
KOMISI PENDIDIKAN (KOM-DIK)
Komisi Pendidikan adalah perangkat keuskupan yang membantu karya penggembalaan Uskup dalam bidang pendidikan, dengan cara:
1.
Menyiapkan kebijakan, ketentuan, peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan di keuskupan dan melaksanakannya agar tujuan pendidikan Katolik tercapai.
2.
Memperhatikan, mengusahakan koordinasi dan memberi pendampingan pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan pendidikan tinggi supaya semakin “berjiwa Katolik”.
3.
Membantu perkembangan dan ketrampilan petugas yayasan, sekolah, dan peserta didik serta orang Katolik di lembaga-lembaga pendidikan yang bukan Katolik, khususnya dalam hal iman, penghayatan nilai Kristiani, sehingga menjadi agen perubahan sosial.
4.
Bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasts dalam komunikasi dengan MPK KAJ.
5.
Memperhatikan saran Komisi Pendidikan KWI dan menyesuaikannya dengan kondisi KAJ serta menyampaikan saran, usul, dan pertimbangan kepada Komisi Pendidikan KWI.
Program 2008
1.
Pendampingan mahasiswa penerima beasiswa misereor dari yayasan Bhumiksara. Tujuan: memberikan bantuan beasiswa dan memberikan pendampingan secara moril dan intelektual. Komisi ingin mengkomunikasikan hal ikhwal administrative kepada para penerima beasiswa misereor agar proses dan hasil yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Pendampingan lain, telaah hasil studi dengan KHS yang berstandar Indeks Prestasi Kumulatif minimal 2,50. Para penerima beasiswa beserta orang tuanya itu perlu juga diteguhkan agar mereka mematuhi ketentuan yang disepakati bersama dengan Komisi Pendidikan KAJ maupun Yayasan Bhumiksara. Dilaksanakan Perbruari dan Agustus 2008.
2.
Pelatihan rohani bagi Guru Katolik yang mengajar di lembaga non katolik. Tujuan: membangun mental dan spiritualitas guru dalam karya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendampingi para guru yang bekerja di lembaga non Katolik agar tetap kokoh dan setia dalam iman sehingga bisa menjadi garam, terang dan ragi di tengah masyarakat. Tujuan lain, meningkatkan sikap inklusifitas dalam membangun persaudaraan sejati dalam mayarakat yang plural. Dilaksanakan April 2008.
3.
Pelatihan tentang pendidikan Nilai (lingkungan bersih dan sehat) dan strategi Pengembangannya di lingkungan sekolah. Tujuan: memberikan bekal kepada pengelola pendidikan untuk mengembangkan pendidikan nilai di sekolah, menumbuhkan kesadaran pentingnya lingkungan bersih dan sehat, membangun habitus baru dalam kaitannya dengan lingkungan hidup untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang berguna, msaing-masing sekolah diharapkan mempunyai stragi yang tepat untuk menanamkan dan mengembangkan nilai hidup bersih dan sehat di lingkungannya masing-masing.
4.
Pelatihan tentang pengembangan Profesionalitas pengelolaan pendidikan sesuai dengan arah dan pengembangan pendidikan katolik. Tujuan: mendampingi lembaga pendidikan katolik dalam menentukan langkah-langkah kebijakan layanan hukum sebagai BHP.
5.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang TQM (Total Quality Management) dalam dunia pendidikan. Dilandasi kesadaran, bahwa investasi dalam dunia pendidikan meliputi: sarana dan prasarana financial, spiritualitas, SDM. Kegiatan ini bertujuan: meningkatkan kemampuan manajerial para pengelola pendidikan yang berorientasi pada mutu/kualitas agar mampu memasuki dunia global yang penuh persaingan, agar pengelola dan pelaku pendidikan dapat menetapkan strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan, mendapatkan standar mutu pendidikan yang mampu menjawab perkembangan zaman yang selalu dinamis.
6.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang jatidiri Lembaga Pendidikan Katolik yang memiliki “sense of Catholicism dan Sense of Nationalism: meningkatkan sifat kekatolikan dan sifat kebangsaan dalam ikut ambil bagian mencerdaskan anak-anak bangsa dari kebodohan dan ketertinggalan.
7.
Pelatihan pendidikan “Character Building”; memberi kemampuan mengambil pilihan yang tepat dari beberapa pilihan yang ada.
8.
Dialog Komisi Pendidikan dengan Seksi Pendidikan paroki: Membangun kesamaan visi dan misi.
Personalia Pengurus
Ketua
: Pastor Markus S.Wanandi, SJ
Wakil
: Bapak Harimurti Kridalaksana
Anggota
: Ibu Louse Coldenhoff
Bapak A.M Ajisuksmo
Bapak Benny Mite
Bruder Michael, FIC
Sekretariat
: Dwi Hatmanto
Lis MaryantiAlamat Gedung Karya Pastoral ( GKP )Jl.Katedral No. 7, Jakarta 10710Telepon 351.91.93 pesawat 209 dengan Ibu Lis Maryanti dan Bapak Dwi HatmantoFaximile 385.57.52
Komisi Pendidikan adalah perangkat keuskupan yang membantu karya penggembalaan Uskup dalam bidang pendidikan, dengan cara:
1.
Menyiapkan kebijakan, ketentuan, peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan di keuskupan dan melaksanakannya agar tujuan pendidikan Katolik tercapai.
2.
Memperhatikan, mengusahakan koordinasi dan memberi pendampingan pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan pendidikan tinggi supaya semakin “berjiwa Katolik”.
3.
Membantu perkembangan dan ketrampilan petugas yayasan, sekolah, dan peserta didik serta orang Katolik di lembaga-lembaga pendidikan yang bukan Katolik, khususnya dalam hal iman, penghayatan nilai Kristiani, sehingga menjadi agen perubahan sosial.
4.
Bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasts dalam komunikasi dengan MPK KAJ.
5.
Memperhatikan saran Komisi Pendidikan KWI dan menyesuaikannya dengan kondisi KAJ serta menyampaikan saran, usul, dan pertimbangan kepada Komisi Pendidikan KWI.
Program 2008
1.
Pendampingan mahasiswa penerima beasiswa misereor dari yayasan Bhumiksara. Tujuan: memberikan bantuan beasiswa dan memberikan pendampingan secara moril dan intelektual. Komisi ingin mengkomunikasikan hal ikhwal administrative kepada para penerima beasiswa misereor agar proses dan hasil yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Pendampingan lain, telaah hasil studi dengan KHS yang berstandar Indeks Prestasi Kumulatif minimal 2,50. Para penerima beasiswa beserta orang tuanya itu perlu juga diteguhkan agar mereka mematuhi ketentuan yang disepakati bersama dengan Komisi Pendidikan KAJ maupun Yayasan Bhumiksara. Dilaksanakan Perbruari dan Agustus 2008.
2.
Pelatihan rohani bagi Guru Katolik yang mengajar di lembaga non katolik. Tujuan: membangun mental dan spiritualitas guru dalam karya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendampingi para guru yang bekerja di lembaga non Katolik agar tetap kokoh dan setia dalam iman sehingga bisa menjadi garam, terang dan ragi di tengah masyarakat. Tujuan lain, meningkatkan sikap inklusifitas dalam membangun persaudaraan sejati dalam mayarakat yang plural. Dilaksanakan April 2008.
3.
Pelatihan tentang pendidikan Nilai (lingkungan bersih dan sehat) dan strategi Pengembangannya di lingkungan sekolah. Tujuan: memberikan bekal kepada pengelola pendidikan untuk mengembangkan pendidikan nilai di sekolah, menumbuhkan kesadaran pentingnya lingkungan bersih dan sehat, membangun habitus baru dalam kaitannya dengan lingkungan hidup untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang berguna, msaing-masing sekolah diharapkan mempunyai stragi yang tepat untuk menanamkan dan mengembangkan nilai hidup bersih dan sehat di lingkungannya masing-masing.
4.
Pelatihan tentang pengembangan Profesionalitas pengelolaan pendidikan sesuai dengan arah dan pengembangan pendidikan katolik. Tujuan: mendampingi lembaga pendidikan katolik dalam menentukan langkah-langkah kebijakan layanan hukum sebagai BHP.
5.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang TQM (Total Quality Management) dalam dunia pendidikan. Dilandasi kesadaran, bahwa investasi dalam dunia pendidikan meliputi: sarana dan prasarana financial, spiritualitas, SDM. Kegiatan ini bertujuan: meningkatkan kemampuan manajerial para pengelola pendidikan yang berorientasi pada mutu/kualitas agar mampu memasuki dunia global yang penuh persaingan, agar pengelola dan pelaku pendidikan dapat menetapkan strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan, mendapatkan standar mutu pendidikan yang mampu menjawab perkembangan zaman yang selalu dinamis.
6.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang jatidiri Lembaga Pendidikan Katolik yang memiliki “sense of Catholicism dan Sense of Nationalism: meningkatkan sifat kekatolikan dan sifat kebangsaan dalam ikut ambil bagian mencerdaskan anak-anak bangsa dari kebodohan dan ketertinggalan.
7.
Pelatihan pendidikan “Character Building”; memberi kemampuan mengambil pilihan yang tepat dari beberapa pilihan yang ada.
8.
Dialog Komisi Pendidikan dengan Seksi Pendidikan paroki: Membangun kesamaan visi dan misi.
Personalia Pengurus
Ketua
: Pastor Markus S.Wanandi, SJ
Wakil
: Bapak Harimurti Kridalaksana
Anggota
: Ibu Louse Coldenhoff
Bapak A.M Ajisuksmo
Bapak Benny Mite
Bruder Michael, FIC
Sekretariat
: Dwi Hatmanto
Lis MaryantiAlamat Gedung Karya Pastoral ( GKP )Jl.Katedral No. 7, Jakarta 10710Telepon 351.91.93 pesawat 209 dengan Ibu Lis Maryanti dan Bapak Dwi HatmantoFaximile 385.57.52
KOMDIK
KOMISI PENDIDIKAN (KOM-DIK)
Komisi Pendidikan adalah perangkat keuskupan yang membantu karya penggembalaan Uskup dalam bidang pendidikan, dengan cara:
1.
Menyiapkan kebijakan, ketentuan, peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan di keuskupan dan melaksanakannya agar tujuan pendidikan Katolik tercapai.
2.
Memperhatikan, mengusahakan koordinasi dan memberi pendampingan pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan pendidikan tinggi supaya semakin “berjiwa Katolik”.
3.
Membantu perkembangan dan ketrampilan petugas yayasan, sekolah, dan peserta didik serta orang Katolik di lembaga-lembaga pendidikan yang bukan Katolik, khususnya dalam hal iman, penghayatan nilai Kristiani, sehingga menjadi agen perubahan sosial.
4.
Bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasts dalam komunikasi dengan MPK KAJ.
5.
Memperhatikan saran Komisi Pendidikan KWI dan menyesuaikannya dengan kondisi KAJ serta menyampaikan saran, usul, dan pertimbangan kepada Komisi Pendidikan KWI.
Program 2008
1.
Pendampingan mahasiswa penerima beasiswa misereor dari yayasan Bhumiksara. Tujuan: memberikan bantuan beasiswa dan memberikan pendampingan secara moril dan intelektual. Komisi ingin mengkomunikasikan hal ikhwal administrative kepada para penerima beasiswa misereor agar proses dan hasil yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Pendampingan lain, telaah hasil studi dengan KHS yang berstandar Indeks Prestasi Kumulatif minimal 2,50. Para penerima beasiswa beserta orang tuanya itu perlu juga diteguhkan agar mereka mematuhi ketentuan yang disepakati bersama dengan Komisi Pendidikan KAJ maupun Yayasan Bhumiksara. Dilaksanakan Perbruari dan Agustus 2008.
2.
Pelatihan rohani bagi Guru Katolik yang mengajar di lembaga non katolik. Tujuan: membangun mental dan spiritualitas guru dalam karya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendampingi para guru yang bekerja di lembaga non Katolik agar tetap kokoh dan setia dalam iman sehingga bisa menjadi garam, terang dan ragi di tengah masyarakat. Tujuan lain, meningkatkan sikap inklusifitas dalam membangun persaudaraan sejati dalam mayarakat yang plural. Dilaksanakan April 2008.
3.
Pelatihan tentang pendidikan Nilai (lingkungan bersih dan sehat) dan strategi Pengembangannya di lingkungan sekolah. Tujuan: memberikan bekal kepada pengelola pendidikan untuk mengembangkan pendidikan nilai di sekolah, menumbuhkan kesadaran pentingnya lingkungan bersih dan sehat, membangun habitus baru dalam kaitannya dengan lingkungan hidup untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang berguna, msaing-masing sekolah diharapkan mempunyai stragi yang tepat untuk menanamkan dan mengembangkan nilai hidup bersih dan sehat di lingkungannya masing-masing.
4.
Pelatihan tentang pengembangan Profesionalitas pengelolaan pendidikan sesuai dengan arah dan pengembangan pendidikan katolik. Tujuan: mendampingi lembaga pendidikan katolik dalam menentukan langkah-langkah kebijakan layanan hukum sebagai BHP.
5.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang TQM (Total Quality Management) dalam dunia pendidikan. Dilandasi kesadaran, bahwa investasi dalam dunia pendidikan meliputi: sarana dan prasarana financial, spiritualitas, SDM. Kegiatan ini bertujuan: meningkatkan kemampuan manajerial para pengelola pendidikan yang berorientasi pada mutu/kualitas agar mampu memasuki dunia global yang penuh persaingan, agar pengelola dan pelaku pendidikan dapat menetapkan strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan, mendapatkan standar mutu pendidikan yang mampu menjawab perkembangan zaman yang selalu dinamis.
6.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang jatidiri Lembaga Pendidikan Katolik yang memiliki “sense of Catholicism dan Sense of Nationalism: meningkatkan sifat kekatolikan dan sifat kebangsaan dalam ikut ambil bagian mencerdaskan anak-anak bangsa dari kebodohan dan ketertinggalan.
7.
Pelatihan pendidikan “Character Building”; memberi kemampuan mengambil pilihan yang tepat dari beberapa pilihan yang ada.
8.
Dialog Komisi Pendidikan dengan Seksi Pendidikan paroki: Membangun kesamaan visi dan misi.
Personalia Pengurus
Ketua
: Pastor Markus S.Wanandi, SJ
Wakil
: Bapak Harimurti Kridalaksana
Anggota
: Ibu Louse Coldenhoff
Bapak A.M Ajisuksmo
Bapak Benny Mite
Bruder Michael, FIC
Sekretariat
: Dwi Hatmanto
Lis MaryantiAlamat Gedung Karya Pastoral ( GKP )Jl.Katedral No. 7, Jakarta 10710Telepon 351.91.93 pesawat 209 dengan Ibu Lis Maryanti dan Bapak Dwi HatmantoFaximile 385.57.52
Komisi Pendidikan adalah perangkat keuskupan yang membantu karya penggembalaan Uskup dalam bidang pendidikan, dengan cara:
1.
Menyiapkan kebijakan, ketentuan, peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan di keuskupan dan melaksanakannya agar tujuan pendidikan Katolik tercapai.
2.
Memperhatikan, mengusahakan koordinasi dan memberi pendampingan pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan pendidikan tinggi supaya semakin “berjiwa Katolik”.
3.
Membantu perkembangan dan ketrampilan petugas yayasan, sekolah, dan peserta didik serta orang Katolik di lembaga-lembaga pendidikan yang bukan Katolik, khususnya dalam hal iman, penghayatan nilai Kristiani, sehingga menjadi agen perubahan sosial.
4.
Bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasts dalam komunikasi dengan MPK KAJ.
5.
Memperhatikan saran Komisi Pendidikan KWI dan menyesuaikannya dengan kondisi KAJ serta menyampaikan saran, usul, dan pertimbangan kepada Komisi Pendidikan KWI.
Program 2008
1.
Pendampingan mahasiswa penerima beasiswa misereor dari yayasan Bhumiksara. Tujuan: memberikan bantuan beasiswa dan memberikan pendampingan secara moril dan intelektual. Komisi ingin mengkomunikasikan hal ikhwal administrative kepada para penerima beasiswa misereor agar proses dan hasil yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Pendampingan lain, telaah hasil studi dengan KHS yang berstandar Indeks Prestasi Kumulatif minimal 2,50. Para penerima beasiswa beserta orang tuanya itu perlu juga diteguhkan agar mereka mematuhi ketentuan yang disepakati bersama dengan Komisi Pendidikan KAJ maupun Yayasan Bhumiksara. Dilaksanakan Perbruari dan Agustus 2008.
2.
Pelatihan rohani bagi Guru Katolik yang mengajar di lembaga non katolik. Tujuan: membangun mental dan spiritualitas guru dalam karya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendampingi para guru yang bekerja di lembaga non Katolik agar tetap kokoh dan setia dalam iman sehingga bisa menjadi garam, terang dan ragi di tengah masyarakat. Tujuan lain, meningkatkan sikap inklusifitas dalam membangun persaudaraan sejati dalam mayarakat yang plural. Dilaksanakan April 2008.
3.
Pelatihan tentang pendidikan Nilai (lingkungan bersih dan sehat) dan strategi Pengembangannya di lingkungan sekolah. Tujuan: memberikan bekal kepada pengelola pendidikan untuk mengembangkan pendidikan nilai di sekolah, menumbuhkan kesadaran pentingnya lingkungan bersih dan sehat, membangun habitus baru dalam kaitannya dengan lingkungan hidup untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, memberikan ketrampilan mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang berguna, msaing-masing sekolah diharapkan mempunyai stragi yang tepat untuk menanamkan dan mengembangkan nilai hidup bersih dan sehat di lingkungannya masing-masing.
4.
Pelatihan tentang pengembangan Profesionalitas pengelolaan pendidikan sesuai dengan arah dan pengembangan pendidikan katolik. Tujuan: mendampingi lembaga pendidikan katolik dalam menentukan langkah-langkah kebijakan layanan hukum sebagai BHP.
5.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang TQM (Total Quality Management) dalam dunia pendidikan. Dilandasi kesadaran, bahwa investasi dalam dunia pendidikan meliputi: sarana dan prasarana financial, spiritualitas, SDM. Kegiatan ini bertujuan: meningkatkan kemampuan manajerial para pengelola pendidikan yang berorientasi pada mutu/kualitas agar mampu memasuki dunia global yang penuh persaingan, agar pengelola dan pelaku pendidikan dapat menetapkan strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan, mendapatkan standar mutu pendidikan yang mampu menjawab perkembangan zaman yang selalu dinamis.
6.
Seminar dan diskusi Program Kerja tentang jatidiri Lembaga Pendidikan Katolik yang memiliki “sense of Catholicism dan Sense of Nationalism: meningkatkan sifat kekatolikan dan sifat kebangsaan dalam ikut ambil bagian mencerdaskan anak-anak bangsa dari kebodohan dan ketertinggalan.
7.
Pelatihan pendidikan “Character Building”; memberi kemampuan mengambil pilihan yang tepat dari beberapa pilihan yang ada.
8.
Dialog Komisi Pendidikan dengan Seksi Pendidikan paroki: Membangun kesamaan visi dan misi.
Personalia Pengurus
Ketua
: Pastor Markus S.Wanandi, SJ
Wakil
: Bapak Harimurti Kridalaksana
Anggota
: Ibu Louse Coldenhoff
Bapak A.M Ajisuksmo
Bapak Benny Mite
Bruder Michael, FIC
Sekretariat
: Dwi Hatmanto
Lis MaryantiAlamat Gedung Karya Pastoral ( GKP )Jl.Katedral No. 7, Jakarta 10710Telepon 351.91.93 pesawat 209 dengan Ibu Lis Maryanti dan Bapak Dwi HatmantoFaximile 385.57.52
TEMA BARU
PENDIDIKAN
Tema baru blogger ini mulai sekarang adalah PENDIDIKAN.
Kami membuka sharing bagi Anda yang berkecimpung dalam bidang pendidikan.
Tema baru blogger ini mulai sekarang adalah PENDIDIKAN.
Kami membuka sharing bagi Anda yang berkecimpung dalam bidang pendidikan.
12 July, 2008
Global warming
Global Warming: Ramalan Hancurnya Kehidupan Manusia ???
Global warming menjadi sebuah tema yang sedang marak diperbincangkan oleh banyak pihak. Berbagai media massa menjadikan masalah ini sebagai sorotan utama dan kalimat pengisi headline. Apakah ini adalah permasalahan baru yang dihadapi umat manusia? Tentu saja tidak, pemanasan global adalah isu lama yang kian menghangat, dalam pengertiannya secara harfiah maupun metaforis.
Secara umum, global warming dapat didefinisikan sebagai proses menghangatnya bumi dalam beberapa kurun waktu. Proses ini adalah gejala alamiah, jika bumi tidak mengalami penghangatan maka dapat dipastikan bahwa bumi akan membeku seperti pada masa ice age. Lalu, kalau global warming adalah suatu gejala alamiah kenapa begitu banyak pihak yang meributkannya? Permasalahannya adalah ulah manusia yang telah menjadikan proses ini berjalan abnormal.
Sejak berkembangnya teknologi industri, pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara meningkat dengan pesat. Penggunaan sumber energi ini menghasilkan emisi gas buangan dengan karbondioksida (CO2) sebagai kandungan yang dominan. Apa akibatnya? Akibatnya gas CO2 ini terakumulasi dan membentuk sebuah lapisan pada atmosfer bumi. Lapisan inilah yang kemudian menjadi ‘kaca penahan’ bagi panas bumi yang keluar. Panas bumi tersebut dipantulkan berkali-kali sehingga memperkuat penghangatan yang terjadi secara alamiah. Umumnya peristiwa ini disebut sebagai Greenhouse Effect.
Bahaya utama dari peristiwa tersebut adalah meningkatnya temperatur bumi yang mengalami efek domino. Kronologisnya adalah sebagai berikut: Pertama, temperatur di bumi naik, hal ini menyebabkan mencairnya salju di pegunungan dan es di kutub-kutub; Kedua, Lelehan dari salju dan es tersebut menambah volume air di laut sehingga permukaannya bertambah tinggi; Ketiga, naiknya permukaan air laut berakibat langsung pada bertambahnya musim kemarau dan berkurangnya musim hujan, perubahan iklim terjadi, hewan-hewan bermigrasi, spesies hewan dan tumbuhan mengalami penurunan jumlah, pasokan air bersih berkurang, disharmonisasi alam terlaksana dan kelangsungan hidup umat manusia pun terancam.
Selain akibat-akibat yang diutarakan di atas, perubahan iklim yang semakin memanas juga memegang andil dalam naiknya prosentase kebakaran hutan. Frekuensinya semakin sering terjadi dan area pembakarannya meluas. Lahan gambut, yang merupakan vegetasi penyerap gas CO2, ikut terbakar habis dan artinya potensi untuk mengurangi lapisan rumah kaca di atmosfer bumi pun berkurang drastis.
Jika belum juga mendapat mendapat gambaran tentang bahaya yang menunggu umat manusia ‘di depan sana’ coba saja bayangkan jika Anda berada pada suatu masa dimana dunia mengalami krisis pangan dan air bersih; banyak daerah pesisir yang hilang ditelan laut, yang berarti menghasilkan ribuan bahkan puluhan ribu korban jiwa; hari-hari Anda lewati seperti berada di dalam sauna; sumber-sumber energi seperti minyak dan gas alam disamping sangat terbatas, menjadi sangat mahal; banyaknya sektor kehidupan yang terhambat dan mati seperti sektor pertanian, perikanan, kelautan, pariwisata, transportasi dan lain-lain. Dan itu semua belum lagi setengahnya dari hal-hal yang akan kita hadapi sebagai imbas dari global warming.Setelah mengetahui kerugian yang akan kita terima, akankah kita tetap berdiam diri dan membiarkan hal-hal itu terjadi? Partisipasi kita dalam memelihara kehidupan bisa dimulai dari melakukan penghematan dalam penggunaan bahan energi, mencari sumber energi alternatif, gunakan listrik secukupnya, ganti barang-barang elektronik dengan yang ramah lingkungan, dan last but not least: cintai alam sekitar sebagaimana Anda mencintai diri sendiri.
(Dirangkum dari berbagai sumber)
Global warming menjadi sebuah tema yang sedang marak diperbincangkan oleh banyak pihak. Berbagai media massa menjadikan masalah ini sebagai sorotan utama dan kalimat pengisi headline. Apakah ini adalah permasalahan baru yang dihadapi umat manusia? Tentu saja tidak, pemanasan global adalah isu lama yang kian menghangat, dalam pengertiannya secara harfiah maupun metaforis.
Secara umum, global warming dapat didefinisikan sebagai proses menghangatnya bumi dalam beberapa kurun waktu. Proses ini adalah gejala alamiah, jika bumi tidak mengalami penghangatan maka dapat dipastikan bahwa bumi akan membeku seperti pada masa ice age. Lalu, kalau global warming adalah suatu gejala alamiah kenapa begitu banyak pihak yang meributkannya? Permasalahannya adalah ulah manusia yang telah menjadikan proses ini berjalan abnormal.
Sejak berkembangnya teknologi industri, pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara meningkat dengan pesat. Penggunaan sumber energi ini menghasilkan emisi gas buangan dengan karbondioksida (CO2) sebagai kandungan yang dominan. Apa akibatnya? Akibatnya gas CO2 ini terakumulasi dan membentuk sebuah lapisan pada atmosfer bumi. Lapisan inilah yang kemudian menjadi ‘kaca penahan’ bagi panas bumi yang keluar. Panas bumi tersebut dipantulkan berkali-kali sehingga memperkuat penghangatan yang terjadi secara alamiah. Umumnya peristiwa ini disebut sebagai Greenhouse Effect.
Bahaya utama dari peristiwa tersebut adalah meningkatnya temperatur bumi yang mengalami efek domino. Kronologisnya adalah sebagai berikut: Pertama, temperatur di bumi naik, hal ini menyebabkan mencairnya salju di pegunungan dan es di kutub-kutub; Kedua, Lelehan dari salju dan es tersebut menambah volume air di laut sehingga permukaannya bertambah tinggi; Ketiga, naiknya permukaan air laut berakibat langsung pada bertambahnya musim kemarau dan berkurangnya musim hujan, perubahan iklim terjadi, hewan-hewan bermigrasi, spesies hewan dan tumbuhan mengalami penurunan jumlah, pasokan air bersih berkurang, disharmonisasi alam terlaksana dan kelangsungan hidup umat manusia pun terancam.
Selain akibat-akibat yang diutarakan di atas, perubahan iklim yang semakin memanas juga memegang andil dalam naiknya prosentase kebakaran hutan. Frekuensinya semakin sering terjadi dan area pembakarannya meluas. Lahan gambut, yang merupakan vegetasi penyerap gas CO2, ikut terbakar habis dan artinya potensi untuk mengurangi lapisan rumah kaca di atmosfer bumi pun berkurang drastis.
Jika belum juga mendapat mendapat gambaran tentang bahaya yang menunggu umat manusia ‘di depan sana’ coba saja bayangkan jika Anda berada pada suatu masa dimana dunia mengalami krisis pangan dan air bersih; banyak daerah pesisir yang hilang ditelan laut, yang berarti menghasilkan ribuan bahkan puluhan ribu korban jiwa; hari-hari Anda lewati seperti berada di dalam sauna; sumber-sumber energi seperti minyak dan gas alam disamping sangat terbatas, menjadi sangat mahal; banyaknya sektor kehidupan yang terhambat dan mati seperti sektor pertanian, perikanan, kelautan, pariwisata, transportasi dan lain-lain. Dan itu semua belum lagi setengahnya dari hal-hal yang akan kita hadapi sebagai imbas dari global warming.Setelah mengetahui kerugian yang akan kita terima, akankah kita tetap berdiam diri dan membiarkan hal-hal itu terjadi? Partisipasi kita dalam memelihara kehidupan bisa dimulai dari melakukan penghematan dalam penggunaan bahan energi, mencari sumber energi alternatif, gunakan listrik secukupnya, ganti barang-barang elektronik dengan yang ramah lingkungan, dan last but not least: cintai alam sekitar sebagaimana Anda mencintai diri sendiri.
(Dirangkum dari berbagai sumber)
08 July, 2008
CINTA = KEHIDUPAN
CINTAILAH LINGKUNGAN ANDA !
Setiap detik, setiap menit.....
ambil sampah yang berserakan......
Masukkan bak sampah dan .......
Anda telah mencintai diri Anda sendiri...
MARI.....
Bangun lingkungan yang nyaman, asri dan aman.
pesan ini disampaikan dalam rangka peduli sampah
Setiap detik, setiap menit.....
ambil sampah yang berserakan......
Masukkan bak sampah dan .......
Anda telah mencintai diri Anda sendiri...
MARI.....
Bangun lingkungan yang nyaman, asri dan aman.
pesan ini disampaikan dalam rangka peduli sampah
SAMPAH & BERKAT
Peran ”ABG” Mengubah Sampah Jadi Berkat
OlehWahyu WibisanaSRAGEN – Masalah persampahan Tanah Air memang tergolong sangat pelik. Banyak daerah di negeri ini yang masih kesulitan dalam mengelola sampah terutama sampah pasar yang volumenya sangat besar setiap hari.Jika kita asumsikan rata-rata sebuah pasar tradisional menyuplai sampah antara 2 ton hingga 5 ton per hari, maka bisa dipastikan dalam satu bulan sampah pasar yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) antara 60 hingga 150 ton. Dalam satu tahun, akan dihasilkan 720 ton hingga 1.800 ton sampah. Tadi itu hanya perhitungan satu pasar tradisional, bagaimana jika sebuah daerah memiliki lebih dari satu pasar seperti yang ada di daerah-daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Bisa dibayangkan berapa ribu ton sampah pasar yang akan dihasilkan.Maka jangan heran kalau kemudian persoalan sampah ini menjadi sebuah “bom waktu” yang siap meledak setiap saat. Kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah dan TPA Bantar Gebang yang sempat memakan korban jiwa beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh nyata.Melihat kenyataan ini, pemerintah dan DPR merasa perlu membuat sebuah aturan baku mengenai persoalan pengelolaan sampah ini dalam sebuah undang-undang yang telah disahkan, Rabu (9/4) lalu. Dengan adanya aturan yang jelas ini, masing-masing pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan penutupan TPA yang menggunakan sistem pengelolaan terbuka dalam waktu satu tahun ke depan dan TPA yang menggunakan sistem pengelolaan tertutup dalam kurun waktu lima tahun ke depan.Namun sayangnya, aturan ini juga tampaknya belum akan menyelesaikan masalah persampahan Tanah Air. Ini karena undang-undang yang baru disahkan ini juga masih memerlukan sejumlah instrumen pendukung seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda). Jadi BerkatNamun, ketika sejumlah daerah tengah “berperang” menghadapi persoalan sampah, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah telah berhasil mengubah sampah-sampah pasar dan kotoran ternak mereka menjadi sesuatu yang berguna. “Masyarakat Sragen kini telah berhasil menjadikan sampah sebagai sebuah berkat, bukan lagi menjadi masalah seperti yang dialami sejumlah daerah di Indonesia,” tutur Bupati Sragen, Untung Wiyono, kepada sejumlah wartawan yang ikut dalam rombongan Yayasan Danamon Peduli baru-baru ini.Untung mengatakan, kini masyarakat Sragen telah berhasil mengolah sampah pasar dan kotoran ternak mereka menjadi kompos, pupuk organik cair, bahkan biogas. Ini sudah berhasil dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir. Dengan melakukan pengolahan sampah menjadi kompos dan barang turunannya itu kini daerah Sragen telah bisa menikmati manfaatnya. “Salah satunya, kami dapat melakukan penghematan pupuk kimia. Kalau biasanya kami memerlukan 1 ton pupuk kimia untuk 1 hektare lahan persawahan, kini kami cukup menggunakan 400 kg saja. Sisanya digunakan pupuk organik yang diproduksi sendiri dari sampah pasar dengan biaya produksi kurang dari Rp 400 per kilogram,” tambahnya. Tapi, langkah ini tak hanya berhenti sampai di sana. Pembuatan pupuk organik ini terus dikembangkan di Kabupaten Sragen. Salah satunya dengan cara bekerja sama dengan Yayasan Danamon Peduli untuk membangun unit pengelolaan pupuk organik berbasis sampah pasar di Pasar Bunder. Direktur Eksekutif Danamon Peduli, Risa Bhinekawati, mengatakan pengelolaan pupuk organik dari sampah Pasar Bunder ini akan memiliki kapasitas pengolahan sampah sebanyak 5 ton per hari. Dari 5 ton sampah tersebut akan dihasilkan 2 ton pupuk kompos organik yang berada di atas Standar Nasional Indonesia (SNI). “Menurut rencana program ini juga akan kami lanjutkan ke daerah-daerah lain yang Pemdanya punya komitmen untuk mengatasi masalah persampahan mereka,” tutur Risa.Direktur Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), Dr Darmono Taniwiryo, menyatakan jika target 5 ton sampah ini bisa dipenuhi setiap hari, selain pupuk kompos organik, unit pengelolaan pupuk ini juga akan menghasilkan 1.200 liter air lindi (cairan hasil pemerasan sampah organik). “Air lindi ini kemudian dapat diolah lagi menjadi sumber biogas. Sebagai perbandingan setiap 6.000 liter lindi setelah diolah dapat menjadi 0,9 sampai 1,8 meter kubik biogas yang bisa digunakan oleh 20 keluarga,” papar Darmono. Sementara itu, pupuk kompos yang sudah ada juga akan dikembangkan lagi dalam bentuk-bentuk granul yang harganya juga jadi lebih tinggi. Apalagi pengelolaan sampah menjadi kompos ini cukup simpel. Pertama-tama sampah-sampah pasar yang telah dipisahkan dengan sampah lain dicacah kecil-kecil. Kemudian cacahan ini dipres untuk mengurangi kandungan kadar airnya. Barulah sampah-sampah tersebut difermentasi dan setelah 14 hari sampah tersebut matang dan siap digunakan.Tampaknya model kerja sama dengan formula “ABG” alias akademi, bisnis dan government yang diwakili BPBPI, Yayasan Danamon Peduli dan Pemkab Sragen ini cukup efektif dalam mengatasi sampah. Bahkan, formula ABG ini telah berhasil mengubah sampah jadi berkat. n
Copyright © Sinar Harapan 2003
OlehWahyu WibisanaSRAGEN – Masalah persampahan Tanah Air memang tergolong sangat pelik. Banyak daerah di negeri ini yang masih kesulitan dalam mengelola sampah terutama sampah pasar yang volumenya sangat besar setiap hari.Jika kita asumsikan rata-rata sebuah pasar tradisional menyuplai sampah antara 2 ton hingga 5 ton per hari, maka bisa dipastikan dalam satu bulan sampah pasar yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) antara 60 hingga 150 ton. Dalam satu tahun, akan dihasilkan 720 ton hingga 1.800 ton sampah. Tadi itu hanya perhitungan satu pasar tradisional, bagaimana jika sebuah daerah memiliki lebih dari satu pasar seperti yang ada di daerah-daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Bisa dibayangkan berapa ribu ton sampah pasar yang akan dihasilkan.Maka jangan heran kalau kemudian persoalan sampah ini menjadi sebuah “bom waktu” yang siap meledak setiap saat. Kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah dan TPA Bantar Gebang yang sempat memakan korban jiwa beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh nyata.Melihat kenyataan ini, pemerintah dan DPR merasa perlu membuat sebuah aturan baku mengenai persoalan pengelolaan sampah ini dalam sebuah undang-undang yang telah disahkan, Rabu (9/4) lalu. Dengan adanya aturan yang jelas ini, masing-masing pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan penutupan TPA yang menggunakan sistem pengelolaan terbuka dalam waktu satu tahun ke depan dan TPA yang menggunakan sistem pengelolaan tertutup dalam kurun waktu lima tahun ke depan.Namun sayangnya, aturan ini juga tampaknya belum akan menyelesaikan masalah persampahan Tanah Air. Ini karena undang-undang yang baru disahkan ini juga masih memerlukan sejumlah instrumen pendukung seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda). Jadi BerkatNamun, ketika sejumlah daerah tengah “berperang” menghadapi persoalan sampah, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah telah berhasil mengubah sampah-sampah pasar dan kotoran ternak mereka menjadi sesuatu yang berguna. “Masyarakat Sragen kini telah berhasil menjadikan sampah sebagai sebuah berkat, bukan lagi menjadi masalah seperti yang dialami sejumlah daerah di Indonesia,” tutur Bupati Sragen, Untung Wiyono, kepada sejumlah wartawan yang ikut dalam rombongan Yayasan Danamon Peduli baru-baru ini.Untung mengatakan, kini masyarakat Sragen telah berhasil mengolah sampah pasar dan kotoran ternak mereka menjadi kompos, pupuk organik cair, bahkan biogas. Ini sudah berhasil dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir. Dengan melakukan pengolahan sampah menjadi kompos dan barang turunannya itu kini daerah Sragen telah bisa menikmati manfaatnya. “Salah satunya, kami dapat melakukan penghematan pupuk kimia. Kalau biasanya kami memerlukan 1 ton pupuk kimia untuk 1 hektare lahan persawahan, kini kami cukup menggunakan 400 kg saja. Sisanya digunakan pupuk organik yang diproduksi sendiri dari sampah pasar dengan biaya produksi kurang dari Rp 400 per kilogram,” tambahnya. Tapi, langkah ini tak hanya berhenti sampai di sana. Pembuatan pupuk organik ini terus dikembangkan di Kabupaten Sragen. Salah satunya dengan cara bekerja sama dengan Yayasan Danamon Peduli untuk membangun unit pengelolaan pupuk organik berbasis sampah pasar di Pasar Bunder. Direktur Eksekutif Danamon Peduli, Risa Bhinekawati, mengatakan pengelolaan pupuk organik dari sampah Pasar Bunder ini akan memiliki kapasitas pengolahan sampah sebanyak 5 ton per hari. Dari 5 ton sampah tersebut akan dihasilkan 2 ton pupuk kompos organik yang berada di atas Standar Nasional Indonesia (SNI). “Menurut rencana program ini juga akan kami lanjutkan ke daerah-daerah lain yang Pemdanya punya komitmen untuk mengatasi masalah persampahan mereka,” tutur Risa.Direktur Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), Dr Darmono Taniwiryo, menyatakan jika target 5 ton sampah ini bisa dipenuhi setiap hari, selain pupuk kompos organik, unit pengelolaan pupuk ini juga akan menghasilkan 1.200 liter air lindi (cairan hasil pemerasan sampah organik). “Air lindi ini kemudian dapat diolah lagi menjadi sumber biogas. Sebagai perbandingan setiap 6.000 liter lindi setelah diolah dapat menjadi 0,9 sampai 1,8 meter kubik biogas yang bisa digunakan oleh 20 keluarga,” papar Darmono. Sementara itu, pupuk kompos yang sudah ada juga akan dikembangkan lagi dalam bentuk-bentuk granul yang harganya juga jadi lebih tinggi. Apalagi pengelolaan sampah menjadi kompos ini cukup simpel. Pertama-tama sampah-sampah pasar yang telah dipisahkan dengan sampah lain dicacah kecil-kecil. Kemudian cacahan ini dipres untuk mengurangi kandungan kadar airnya. Barulah sampah-sampah tersebut difermentasi dan setelah 14 hari sampah tersebut matang dan siap digunakan.Tampaknya model kerja sama dengan formula “ABG” alias akademi, bisnis dan government yang diwakili BPBPI, Yayasan Danamon Peduli dan Pemkab Sragen ini cukup efektif dalam mengatasi sampah. Bahkan, formula ABG ini telah berhasil mengubah sampah jadi berkat. n
Copyright © Sinar Harapan 2003
Subscribe to:
Posts (Atom)